LOST

“Singa, ini ada telfon untukmu.”

“Kemarilah! Aku tidak bisa meraihnya. George menahan rambutku dengan curly. Jika aku melepaskannya, dia akan marah nanti,” ucap gadis itu dengan santai.

“Baiklah,” ucap seseorang yang tak jauh darinya. Ia dating dengan membawa ponsel mewah gadis itu. Dan beberapa kertas di telapak tangannya, tak pernah hilang dari genggamannya. Seolah, seperti ia memegang berlian.

Thanks baby..,” ucap gadis itu dengan senyuman. Menandakan bahwa ia berterimakasih kepada orang itu. Orang, yang selalu menjuluki dirinya sebagai seekor singa yang beringas dan liar. Namun, masih dapat dijinakkan dengan beberapa tawaran dollar yang menggiurkan.

Orang itu, adalah fotografer. Dia selalu memberikan scenario foto yang rumit untuk gadis singa itu. Banyak tim dekorasi yang bertanya mengapa gadis itu mendapatkan julukan seekor hewan. Sedangkan ia begitu cantik, bahkan sangat cantik.

Prestasinya sebagai Miss. World di New York, terakhir kali juga tidak meragukan. Bahkan, ia juga menerima milyaran dollar karena kemenangannya. Tak hanya itu saja, semenjak turun dari panggung kemenangan, tak sedikit brand terkenal seperti majalah Vogue yang menawarkan job untuknya. Bahkan beberapa brand mobil lainnya, atau make-up artist juga menawarkan dirinya job dengan jangka kontrak tetap hingga gadis itu mau menolaknya.

Keuntungan banyak diraih oleh gadis itu. Dia… Felly Anggi Wiraatmaja. Dan orang itu, Mozella Grande, telah mendapatkan beberapa persen sebagai pemilik perusahaan fotografi, yang siap mengedarkan foto cantik gadis itu. Mozella, memanggil Felly sebagai singa, karena tallentanya yang liar. Entah bagaimana, waktu dan takdir menurut kepadanya. Hingga pada saat Felly berkata suatu kemenangan, maka kemenangan itu berturut-turut menghampirinya.

“Singa!!!” teriak salah satu asisten pribadinya yang berlari tergopoh ke arahnya.

Felly yang hendak mengangkat telepon, segera mengakhirinya. Tanpa ia mengetahui, siapa yang telah meneleponnya. Felly, melambaikan tangannya. Menunjukkan dimana keberadannya. Mengingat, posisinya yang berada di belakang panggung yang ramai dengan beberapa model. Tentu saja, yang memiliki derajat sama dengannya.

Asistennya mendekatkan mulut Felly ke arah telinga Felly. Belum sempat ia berkata apapun, asisten pribadi Felly terpental ke belakang. Dan Felly seketika terkejut dengan apa yang terjadi di depannya.

“Kapan kau akan memasuki panggung?” tanyanya tegas.

“Urutan pertama,” jelas Felly singkat.

“Cyin, lu harus denger dari gue. Ini penting!” ucap asisten Felly dengan tergopoh.

“Diam kau!!!” bentak seseorang yang ada di depan Felly.

“Ada apa kau ke sini?” tanya Felly heran.

“Berapa lama, lagi kau harus masuk ke area panggung?” tanya laki-laki itu.

“Kurang lebih sepuluh menit. Kenapa?” tanya Felly polos.

Shit-up!” decahnya kesal.

“Eh banci, lo cari George sekarang. Sama Mozella sekarang.”

“Tapi-“

“Udah, cari sana sekarang!!!” bentaj laki-laki itu dengan garang.

Suasana di sana tak terkendali. Teriakan lelaki itu, berhasil suasana sunyi. Banyak mata yang memperhatikan sikap mereka bertiga. Seorang model internasional yang bermuka polos tanpa dosa, dan juga pria tampan yang terkenal sebagai seorang milyarder datang repot-repot ke ruangan make-up yang penuh dengan bau lipstick. Sedangkan raut wajah asistennya, yang bingung entah kenapa.

“Hey Bro. Ada perlu apa kau kemari?” tanya Mozella kepa pria itu.

“Gue minta tolong sama lo! Bantu Felly percepat catwalknya. Neneknya kritis,” ucap pria itu.

“Nenek? Perasaan, baru aja neneknya ke sini,” jelas Mozella.

“Dan beliau ada di ruang waiting sekarang,” jelas George.

“Kalian tidak akan mengerti. Turuti kata, Arka. Dan kau Goerge. Lepas Curlyku. Bantu aku memasang pernak pernik di leherku,” pinta Felly datar.

Bak mendapat pukulan dari petir, mereka berdua menuruti permintaan Felly. George memanggil beberapa asistennya untuk mempercepat untuk hair-make-up. Dan Mozella, memanggil beberapa designer untuk menyiapkan hels dan juga gaun piece yang akan dibawakan oleh Felly.

Dengan make-up gelar di area matanya,  glow di area pipi dan bibirnya, serta emas di beberapa area tertentu wajahnya. Felly mengenakan gaun berwarna merah. Dengan potongan rambut sebahu, dan curly kecil dari George, serta kalung bermata berlian mungil di lehernya, serta beberapa cincin yang menghiasi jemari lentiknya, menampakkan betapa tajam tampilannya malam itu. Beberapa make-over menambahkan eye-liner di matanya, dan menembus garis mata yang ditentukan. Memberikan kesan seksi di matanya. Felly, siap keluar panggung dengan gaun merah yang berekor itu.

***

Lighting panggung seketika menggelap. Felly berjalan keluar dengan hels merah menyala. Gaunnya yang terbelah menunjukkan paha mulusnya, saat ia berjalan dengan langkah tegak, dan kakinya yang jenjang.

Sorakan, penonton datang dengan meriah. Meramaikan, gedung itu dengan hiruk pikuk yang menggema di sana saat melihat Felly tengah menundukkan kepalanya, kemudian melihat ke arah depan dengan dagu yang sejajar pandangannya.

Felly memulai catwalknya dengan menurunkan kedua telapak tangannya. Menggoyangkan tubuhnya, dengan langkah kaki yang bertumpuk. Lurus tanpa melewati gradient garis yang ditentukan oleh dekorasi panggung. Ia berjalan hingga ke ujung dengan tatapan yang begitu tajam. Hingga tiba di ujung panggung panjang itu, Felly menyunggingkan senyumannya. Terlihat licik, nan seksi. Kemudian, ia memiringkan tubuhnya dan menumpuk lengannya di depan perutnya. Telapak tangan kanannya dengan jemari lentik itu, memamerkan dagu yang sempurna. Begitu juga dengan tangan satunya. Memamerkan perutnya yang rata, serta betapa body goals dirinya.

Mozella, mengambil seluruh gambar tubuh Felly dengan berbagai gaya yang disajikan. Dan, sempurna. Taka ada cacat sekalipun. Saat Mozella, memberikan kode bahwa ia puas dengan angle yang diberikan Felly. Fellypun membalikkan tubuhnya untuk kembali ke belakang panggung. Namun sebelum itu, ia mengedipkan satu matanya dengan genit, seraya tersenyum lebar nan puas dengan kinerjanya malam ini. Felly juga tak enggan untuk melambaikan tangannya dan menggoyangkan sedikit leher jenjangnya untuk terlihat cute dan seksi dengan make-upnya malam ini.

Perfect,” Ucap George bangga saat Felly membawakan dengan baik make-up di wajahnya.

Thanks,” ucap Felly dengan menerima pelukan dari George.

“Singa, gaun yang kau pakai ada yang ingin membelinya. Bisakah kau datang ke ruang waiting?” tanya salah seorang tim marketing.

No! I am coming. And you, baby. Lost in here! And going to hospital,” ucap Asisten Felly.

Felly menganggukkan kepalanya. Dan Arka yang masih berdiri di sana, dengan sigap mengantarkan Felly ke ruang ganti tanpa menghapus make-upnya. Yang Arka yakin, membutuhkan banyak cairan cleansear untuk menghapus semua make-upnya.

“Aku akan menyiapkan mobilnya, aku tunggu di depan pintu audit,” ucap Arka seraya memegang punggung halus Felly.

“Baiklah, tunggu sebentar. Lima menit saja,“ jelas Felly dengan meninggalkan Arka.

***

“Kau tahu darimana jika orang itu sekarat?” tanya Felly.

“Orangku.”

“Jadi, selama ini kau memantau kehidupan bajingan itu?”

“Felly, dia ayah kandungmu.”

“Tak bisakah, kau menghilangkan namanya bahwa bajingan itu ayahku?! Tak bisakah kau membutakan aku dan menerima kenyataan bahwa aku menyesal di dalam darahku mengalir darahnya?!!! Tak bisakah kau-“

“Felly!!! Cukup!!!” bentak Arka memekakkan telinga.

Felly terdiam. Air matanya mulai keluar dan menetes dengan deras. Arka seketika meminggirkan mobilnya. Menghentikan mobilnya di sana. Dan, memeluk gadis yang rapuh di sampingnya. Arka mengusap lembut kepala Felly, dan meminta maaf atas ucapan kasarnya. Namun, bukan itu yang disesalkan oleh Felly. Melainkan, hatinya yang masih tidak dapat memaafkan laki-laki itu. Ayahnya kandungnya.

“Felly, dengarkan aku baik-baik. Anggap ini kesempatan terakhir kamu melihat keluarga kandung kamu. Berapa tahun kamu menghilang dari mereka setelah kamu diangkat oleh keluarga Wiraatmaja. Aku mohon, mengertilah. Satu, kali ini saja. Aku tidak mau, pernikahan kita berlumur dengan dosa, Felly.”

“Tapi, aku nggak kuat, Arka. Aku nggak kuat kalau harus melihat perempuan bejat itu. Dia yang menganiaya ibuku hingga ibuku meninggal. Dia yang telah menghancurkan keluargaku, Arka. Aku membencinya, Ka!” tangis Felly memecah.

Arka merapatkan pelukannya. Ia membelai lembut punggu Felly. Seraya mencium puncak kepalanya.

“Kumohon, sayang. Ini terakhir kalinya. Setelah itu, aku tidak akan pernah melarang jikalau nanti, setelah kita menikah kemudian kamu enggan untuk menemuinya,” jelas Arka.

Felly menghapus air matanya kasar. Ia terisak dengan sendu. Namun belaian itu, meluluhkan keras hatinya. Felly menganggukkan kepalanya. Memutuskan untuk menuruti kemauan Arka.

***

“Felly…,” panggil Arka ringan.

“Aku bisa sendiri. Aku akan ke sana sendirian. Cukup lihat aku dari jauh saja, Arka.”

“Baiklah, aku akan menuruti permintaan kamu. Aku yakin, kamu kuat menghadapi mereka,” jelas Arka optimis.

Felly berjalan keluar dari lamborgini Arka. Ia menapakkan kaki jenjangnya masuk ke ruangan UGD. Banyak mata yang memperhatikan dirinya. Ia, menjadi pusat perhatian. Felly berjalan ke arah resepsionis. Di sana, ia melihat orang utusan Arka. Dan tanpa perintah apapun, orang itu menghampiri Felly. Melaporkan semua kejadian yang selama ini ia pantau dari kejauhan.

“Nenek Anda harus di bawa ke ruang ICU, Nona. Tapi, beberapa saudara Anda memutuskan untuk di bawa ke ruang rawat inap. Karena…,” ucapan orang itu terputus saat Felly mengerti maksudnya.

“Karena mereka tidak dapat memenuhi biaya itu,” sahut Felly spontan.

Orang itu, sebagai utusan Arka hanya diam menundukkan kepalanya. Kemudian, perlahan menganggukkan kepalanya.

“Dimana tempat pembayarannya?” tanya Felly singkat.

“Mari saya antarkan, Nona.”

Felly menganggukkan kepalanya. Ia berjalan di belakang orang itu. Dan berhenti di depan meja administrasi.

“Bisakah saya mendapatkan data biaya pasien yang bernama Sukarsih?” tanya Felly kepada staff  administrasi.

“Ini lampirannya, Nona,” ucap staff itu dengan tangan gemetar saat mengetahui sosok Miss.Word berada di depannya.

Tanpa melihat nominal yang dibutuhkan, Felly menceklist ruang ICU-VIP, dengan fasilitas tambahan penghangat ruangan, dokter spesialis, makan keluarga, president decoration, dan operasi mendadak, serta pantauan dokter setiap lima menit sekali. Felly menceklist semua fasilitas itu, hingga membuat staff yang tengah mengintip jari lentiknya menggerakkan pena tanpa pemikiran biaya, menelan ludah dengan kasar.

“Dimana mesin debetnya?” tanya Felly setelah ia menandatangai surat keputusan.

“Hah? Bagaimana?” tanya staff itu salah tingkah.

“Dimana mesin debetnya?” tanya utusan Arka mengulangi.

“Anu.. Ah.. ya.. mesin debet. Sebentar.. saya carikan dulu…,” ucap staff  itu kebingungan dan salah tingkah.

Felly meraih mesin debet itu saat ia melihat di depan orang itu. Ia mengeluarkan kartu debetnya, dan memencet beberapa tombol angka sebai sandi kartu kreditnya. Kemudian menggeseknya dan membuang kertas total harga biaya rumah sakit.

“Permisi, Anda belum menuliskan nama Anda di sini!” ucap staff itu dengan sedikit seruan, saat Felly hendak pergi meninggalkan meja administrasi.

Felly terdiam. Hanyut dalam bayangan rasa sakit itu.

“Bagaimana jika saya tulis, Miss. World?” tanya staff itu.

Felly menggelengkan kepalanya. “Bilang saja, cucunya yang menghilang,” ucap Felly tercekat.

“B.. B… Baik, Nona.”

“Nona Felly, keluarga Anda melihat Anda,” ucap utusan Arka.

Dengan sigap, Felly memakai kacamata hitam yang dapat menutup wajahnya. Kemudian pergi dari sana, dengan mengikuti jalan yang digiring orang utusan Arka untuk keluar dari ruang UGD tanpa harus diketahui oleh keluarga kandungnya, sekaligus orang-orang awam.

***

“Kenapa, Ayah?” tanya laki-laki itu.

“Felly ada di sini,” ucap salah seorang yang datang tiba-tiba dengan membawa laporan bahwa ibu dari lima anak itu, akan di bawa ke ruang ICU dengan fasilitas mewah.

“Ngapain dia di sini? Nggak ada gunanya juga, Yah.”

“Dia hanya putriku yang berguna dikala aku tidak berguna sebagai Ayah kandungnya,” jelas laki-laki paruh baya itu.

“Kakak, ayo kita lihat ibu dulu,” jelas adik perempuan yang datang membawa berkas persetujuan pemindahan pasien.

Laki-laki paruh baya itu menganggukkan kepalanya. Tatapan matanya seolah penuh dengan penyesalan. Dimana ia telah menyia-nyiakan kedua anaknya, dan lebih membela orang lain. Hingga keduanya menghilang, dan hanya hadir sebagai bayangan yang nyata.

Untuk pertama kalinya, ia menyesal seumur hidupnya. Dimana, orang yang selama ini memperjuangkan hidupnya, ia buang sia-sia. Ia siksa batin dan hatinya. Ia sakiti jiwanya, hingga keduanya menghilang. Ah tidak, ketiganya.

Perempuan yang ia nikahi, entah kemana kedua putra dan putrinya membawanya. Felly yang hadir sebagai sosok menyeramkan dengan gelimbang harta, dan adiknya sebagai supir pesawat. Dimana mereka berada, tak pernah lagi terpedulikan. Setelah laki-laki paruh baya itu mengenal perempuan lain, dan merusak keluarga kecil itu. Dan kini, ia hanya bisa menyesali, dimana ia menjadi manusia yang tak memiliki hak untuk kembali.

“Felly, maafkan Ayah. Karena telah menyakitimu, adikmu, dan ibumu,” gumam laki-laki paruh baya itu.

***

“Maaf, aku masih belum bisa memaafkanmu, Ayah,” gumam Felly saat berada di dalam mobil bersama dengan Arka.

Arka yang mendengar ucapan itu, hanya bisa memeluk gadis ringkihnya dan membelai kepalanya. Seolah berusaha menghapus kenangan buruk di dalam keluarganya. Dari sana, Arka dapat belajar, bahwa terkadang kita sebagai manusia dapat lupa akan kebaikan seseorang. Namun, selalu mengingat kebaikan yang lebih baik. Hingga kita buta untuk memandang mana yang benar-benar baik, dan mana yang terbalut keburukan yang menyerupai kebaikan.

Dari sana pula, ia belajar, bahwa yang pertama  adalah sesuatu yang mengajarkan kebaikan. Dimana kesetiaan, dan memberikan. Yang tak pernah di sadari. Hingga kita tak tahu terimakasih, dan lupa cara mensyukuri.

***

“Jika kamu mencintai, jangan pernah melihat kebaikan itu. Lihatkan keburukan itu, sebagai pendahulu. Dengan begitu, kamu akan tahu, mana yang patut kau jadikan bahumu.”

-P.N.Z-

Comments

Tinggalkan Balasan