Halo Mas Bro dan Mbak Bro
Apa kabarnya hari ini?
Untuk #SelasaCerpen kali ini. Ada sebuah cerpen yang terinspirasi dari Gilbert Lumoindong. Judulnya Orang Gila Pintar.
#
“Besok kita mau jalan-jalan ya Prof”, kata Agaj seorang penjaga di sebuah Rumah Sakit Calon Waras (RSCW).
Si Profesor itu cuma senyum simetris ke arah Agaj.
“Kamu yakin bawa profesor ikut jalan-jalan”, tanya Nep penjaga RSCW lain sambil mencolek lengan Agaj.
“Hahaha, emang kenapa”, kata Agaj sambil berbisik.
“Hei orang gila jangan ketawa”, celetuk seorang pasien.
“Ssst”, kata Nep dengan kesal.
“Kalau kamu yakin sih, … gapapa”, balas cewek bermuka lucu itu sama Agaj.
“Buat jaga-jaga jangan lupa bawa buku ya Prof”, saran Agaj sambil meninggalkan Profesor yang sedang asik sama buku-buku Fisikanya.
Keesokan harinya Agaj udah bersiap didepan rumah sakit dengan sebuah bis putih disampingnya. Dilobi RSCW, Nep memandu pasien-pasien yang akan jalan-jalan ke pantai. Termasuk Profesor ada diantara mereka semua.
Sambil para pasien antri masuk ke mobil, Nep kembali berbisik sama Agaj, “Dulu dosen S3 tapi kan sekarang …”.
Belum selesai dengan kalimatnya, Agaj langsung memotong. “Apa?…”, Agaj melotot.
Nep ga berani melanjutkan kalimatnya, dia tertunduk. Wajahnya lucunya malah membuat Agaj luluh. Ga heran banyak karyawan RSCW suka sama Nep.
Perjalan pun dimulai. Sepanjang perjalanan semua pasien diajak sama Agaj untuk bernyanyi. Mulai dari lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung, Butiran Debu, sampai Padamu Negeri.
“Padamu negeri. Jiwa raga … ka …. Bhousst”
“Hahahaha”, semua pasien tertawa kecuali Profesor.
Semua menyanyikan lirik terakhirnya tapi tiba-tiba ada suara keras dan bus berhenti mendadak.
Mereke berhenti disamping sebuah sungai yang mengalir tepat ke laut.
“Hah, ban sialan”, kata supirnya sambil menendang ban bus.
“Siapa yang gila”, kata Profesor berbisik sendiri. Melihat tinggal supir itu.
“Kenapa Bang”, kata Agaj ke supir itu.
“Tau nih bus sialan pake kempes lagi. Tinggal kurang dari sekilo lagi padahal”, katanya sambil memegang topinya yang mulai luntur warnanya.
“Gimana dong Bang?”, tanya Agaj sambil melihat kearah pasien yang pada ngintip dijendela bus.
“Ya ganti ban sendiri”, kata Ahaj sambil menggoyangkan kepalanya seolah mengajak Agaj untuk mengangkat ban cadangan yang ada dibawah bus.
“Huh, berat banget lagi”, kata supirnya mengeluh lagi.
“Hehe”, Agaj cuma senyum sambil melihat perut supirnya yang berkeringat membasahi kemejanya.
Sambil mengomel dan mengeluh ke ban yang kempes. Supirnya membongkar ban itu dengan melepaskan satu persatu murnya.
“Bantu lagi dong”, kata supirnya sambil menunjuk ban kempes yang udah dilepas murnya.
Baca Juga
Sambil meletakkan keempat mur itu diatas badan yang kempes, “Bernapas dulu ah”, supirnya mengambil rokoknya dari sakunya.
“Siapa yang gila”, kata Profesor lagi. Kali ini terdengar sama Agaj.
“Profesor dulu ga merokok?”, katanya.
“Cuma orang gila yang merusak badannya”, jawabnya singkat.
“Hehe” Agaj yang menjawab apa-apa. Tapi senyumnya menyiratkan, “Syukur aku ga merokok. Nanti malah dikatain gila sama …”.
“Hoi, ngelamun lagi”, kata supir itu memukul pundak Agaj.
“Ya … Bang”, kata Agaj kaget.
“Angkat bannya lagi yok. Lanjut entar aja bernapasnya”, sambil melempar puntung rokoknya ke sungai.
“Hehh, siapa yang gila”, ketus Profesor lagi.
Mendengar itu Agaj melirik ke arah Profesor.
“Dasar ban sialan”, supir itu menendang ban kempes itu lagi.
“Siapa yang gila?”, kata Agaj dalam hatinya.
“Ehh, Bang …” teriak Agaj.
“Woi woi woi”, supir itu merespon.
Ban kempes itu gelinding ke arah sungai. Supir itu dengan perutnya yang besar ga sanggup buat mengejar. Agaj yang perawakannya kurus dan satu langkah dibelakang supir itu langsung melompat.
Semua pasien di bus menyaksikan itu. Semua berdiri dan bersorak, “Woooo …”. Ga terkecuali profesor. Semua melihat kejadian itu.
“Yahh”, kata supir itu.
“Hap”, kata Agaj.
“Ahhhh ….”, kata pasien ramai di bus. Sambil diikuti tepuk tangan yang riuh. Seolah baru menang lompa.
Pluk pluk pluuuk.
“Yah yah yahh”, kata supir itu dibarengi suara pluk-pluk itu.
“Kenapa Bang?”, kata Agaj.
“Hahaha”, suara dalam bus kembali riuh. Mereka semua menyaksikan adegan itu.
Agaj cuma bisa melihat gelombang bekas jatuh murnya itu.
“Murnya Bang”, kata Agaj seolah ga percaya.
“Hancur han … cur”, kata supirnya sambil melempar topi yang mulai luntur tadi.
“Gimana dong Bang?”, kata Agaj mulai panik sambil menutup pintu bus yang ternyata dari tadi terbuka.
Mendengar itu, Profesor melirik keatas dan senyum-senyum sendiri. Seolah dia tau sesuatu.
Berselang 15 menit Agaj dan supir itu cuma terdiam bengong.
“Mana ga ada sinyal lagi”, kata Agaj sambil menunjukkan hapenya ke arah supir yang dari tadi ngebul terus dengan rokoknya.
“Bengkel adanya didekat pantai Bro”, kata supirnya.
“Huhhh”, Agaj menarik nafas panjang.
“Hah, napas dulu aja nih”, kata supirnya sambil menawarkan rokoknya.
Profesor melirik keluar, sementara pasien lain asik sendiri-sendiri.
Profesor melotot ke arah rokok itu. Seolah yakin Agaj akan menolak tawaran itu.
Muka Agaj terlihat bingung tapi dengan terpaksa tangan kirinya seolah bergerak sendiri memegang rokok berwarna merah itu.
Tok tok tok
Kaca bus itu berbunyi. Agaj menoleh dan ga jadi mengambil rokok itu.
“Kenapa Prof?”, tanyanya pelan.
Profesor cuma menunduk dirinya dan menunduk keluar. Seolah ingin melakukan sesuatu. Agaj ga yakin tapi karena ga ada pilihan. Dia mendekati pintu bus. Aneh memang, berharap sama Profesor yang … atau supir yang dari tadi mengeluh aja kerjanya.
Begitu pintu dibuka, “Ada apa Prof?”, Agaj bertanya.
Profesor cuma tersenyum dan langsung keluar pintu. Agaj ga curiga dan menutup pintu bus kembali.
Profesor langsung bergerak turun seolah mencari sesuatu. Profesor jongkok dan menarik sebuah kunci pembuka mur dari pijakan supir itu.
“Haduh, apa ini?”, katanya kaget.
“Hati-hati sama besinya”, kata cepat sama Profesor yang memegang besinya seolah mau memukul supir itu.
Profesor ternyata langsung berpaling ke arah ban bus yang lain. Dia membuka salah satu mur dari ban bus yang dibelakang.
“Woi woi woi, ngapain?”, kata supir itu mau menghalangi. Agaj langsung memegang pundaknya dan tertahan.
Profesor kembali bergerak ke ban bus yang lain dan membuka satu mur lagi.
“Orangtua itu ngapain sih?”, kata supir itu.
“Wuih Abang hebat ya, ga bilang dia orang …”, balas Agaj.
“Gila …”, kata supir itu dengan muka sinis.
“Ga lah, mereka cuma tersesat Bro”, wajah supir itu seolah bersinar dimata Agaj.
Pak pak
Agaj dan supir itu kaget melihat kearah Profesor dengan tangan yang menghitam dan tiga mur ditangan kirinya.
“Wuhhhh”, “suit suiiiit”, suasana di bus kembali ramai melihat apa yang terjadi.
“Hahahah”, supir itu kaget dan memukul pundak Agaj yang bengong melihat Profesor.
“Yok”, kata supir itu kembali sambil memukul lagi pundak Agaj.
Mereka bertiga mengangkat ban baru dan memasang ketiga mur yang dibongkar sendiri sama Profesor.
Begitu mur itu terpasang. Supir itu ga sabar dan bertanya, “Kok bisa sih Prof?”.
“Saya masuk Rumah Sakit buka karena bego”, katanya singkat sambil melap tangannya ke baju supir itu.
Agaj cuma menahan tawanya sambil membuka pintu bus. Profesor masuk bus sedangkan supir itu dan Agaj memasukkan ban kempes ke tempatnya.
#
Gimana Mas Bro dan Mbak Bro?
Betuk Orang Gila Pintar?
Terinspirasi dari Gilbert Lumoindong
#CerpenKita5
#SelasaCerpen
#CerpenHumor
Suka tulisannya? Ada yang mau didiskusiin? |
Tembalang, Semarang
15:00 WIB, Selasa 26 April 2016
2016/04/26/6-114
Cerpen Kita
Sumber Gambar
kisah-kekasih-allah.blogspot.com diakses pada pukul 23:29 WIB hari Selasa 10 Mei 2016
www.mabesdenny.com diakses pada pukul 23:29 WIB hari Selasa 10 Mei 2016
www.wajibbaca.com diakses pada pukul 23:29 WIB hari Selasa 10 Mei 2016
#KaryaKita
#KaryaAnakIndonesia
Tentang Kita |
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.