MEMBUAT SEBUAH PILIHAN

MEMBUAT SEBUAH PILIHAN

Gue selalu percaya bahwa apa yang gue alami dan gue jalani saat ini adalah bagian dari pilihan gue. Karena pada dasarnya gue sendiri adalah orang yang paling gak suka untuk diarah-arahkan. Jadi ketika dulu gue ambil kuliah hukum dan merantau ke pulau Jawa, juga pilihan gue sendiri, walaupun pada waktu itu sempat beda pendapat dengan orang tua gue. Namun pada kenyataannya gue tetap bertahan pada pilihan gue, dan tentu saja gue harus bisa memberikan pemahaman kepada orang tua gue agar menyetujui pilihan gue.Setelah menjadi sarjana hukum, orang tua gue mencoba mengarahkan gue menjadi seorang hakim atau jaksa. Namun kembali pilihan gue berbeda dengan orang tua gue. Saat itu, gue sempat memilih karir ingin menjadi seorang akademisi alias dosen. Tapi pada akhirnya di saat terakhir gue kembali merevisi pilihan gue. Dan ini lah gue, menjadi seorang lawyer di sebuah lembaga bantuan hukum.Gue bekerja di tempat gue yang sekarang juga pilihan gue. Waktu itu, setelah diwisuda, gue sempat menganggur selama kurang lebih 6 bulan. Setelah melamar ke sana sini, secara ajaib, di bulan april 2012, gue mendapatkan tawaran bekerja dari 3 kantor hukum yang berbeda. Dan pada akhirnya gue memilih untuk bekerja di tempat gue yang sekarang.Pernah kah gue menyesali pilihan? Mungkin gue pernah merasa bahwa pilihan gue tidak tepat, namun gue tidak pernah sekalipun meratapi pilihan gue. Bukan berarti pilihan gue selalu tepat dan sesuai dengan keinginan gue, tapi gue cuma mau belajar untuk bertanggungjawab atas apa yang telah gue pilih.Karena menurut gue, gak semua orang berani untuk membuat pilihan. Ada banyak orang yang mengiklaskan pilihannya pada keingingan orang tua, atau apa yang sudah ditetapkan oleh keluarganya. Ada juga orang yang ingin berdiri di zona abu-abu dengan mengikuti arus, artinya apa yang terjadi itu yang diikuti, meskipun dia sendiri tidak menyukainya. Dalam arti kata, orang seperti ini adalah orang yang ikut arus.Gue juga bukan orang yang idealis dengan pilihan gue, dalam beberapa hal gue bisa memberikan batas toleransi atas pilihan yang gue buat, dengan mempertimbangkan baik-buruknya. Bukan berarti gue orang yang tidak berpendirian.Kebiasaan inilah yang kebawa sampai gue ke dunia kerja. Sebagai seorang lawyer, gue harus berani membuat pilihan. Memang, di kantor gue bukan sebagai pengambil keputusan. Namun kadang kala, ketika gue menerima calon klien, gue harus bisa membuat pilihan, apa orang ini bisa direkomendasikan untuk didampingi atau tidak.Begitu juga saat seorang lawyer menangani suatu perkara. Seperti yang sudah pernah gue singgung di tulisan sebelumnya, sebelum kita menerima seseorang menjadi klien, kita mendengar penjelasan dari klien. Nah, di sini seorang lawyer harus bisa memilih, memilih untuk mempercayai atau tidak mempercayai cerita si klien.Dalam penanganan perkara, seorang lawyer harus memilih langkah penanganan yang tepat untuk kepentingan kliennya. Misalnya dalam hal pembelaan. Apakah si lawyer memilih untuk meminta kebebasan atau meminta keringanan hukuman. Namun perlu diperhatikan juga, dalam memilih tetap harus mempertimbangkan baik buruknya. Jika memilih untuk meminta bebas, benarkah itu sesuai dengan hukumnya atau tidak?Intinya, mau jadi apa pun diri mu, lo harus berani membuat pilihan dan memutuskan sendiri. Jangan pernah terpengaruh oleh orang lain, kecuali hal tersebut memang yang terbaik buat lo. Seperti yang gue sebutin di atas, gue memilih sebagai lawyer meskipun banyak dari teman-teman dan keluarga gue yang mengambil sikap antipati terhadap profesi lawyer. Tapi itu lah pilihan gue

Sekian tentang MEMBUAT SEBUAH PILIHAN.

Terima kasih.

Thestresslawyer.com


Terbit

dalam

oleh

Comments

Leave a Reply