Kisah Inspiratif

SKIZOFRENIA HIPERFENIK (Live Story)

“Tak ada sesorangpun dari kita ingin mengalami kejadian yang mengertikan dalam kehidupan kita, tak satupun jua ingin merasakan sakit entah itu sakit fisik maupun mental. Namun terkadang, keinginan manusia tak sesuai dengan kenyataan, yang pada akhirnya membuat kita stress dan mengalami sakit mental.”

Sebuah kisah nyata tentang pasien penderita skizofrenia hiperfenik. Banyak orang akan bertanya apa itu skizofrenia hiperfenik? Orang-orang yang belajar psikologi pasti tau dengan istilah ini, istilah gangguan mental yang lebih dikenal orang wan dengan istilah “Gila”. Kisah ini bercerita tentang seorang wanita. Panggil saja Rosa (nama di samarkan). Seorang wanita yang sedari kecil diasuh oleh neneknya. Dia masih memiliki ayah dan ibu dan juga saudara. Namun dia lebih senang tinggal bersama neneknya. Sedari kecil Rosa selalu dimanja oleh neneknya. Semua kemauannnya dituruti oleh neneknya. Saat menduduki sekolah, hampir setiap minggu, Rosa ke mall dan shoping bersama teman-temannya. Semua keperluan Rosa terpenuhi ketika neneknya masih hidup.

Setelah nenek Rosa meninggal dunia, Rosa kembali ke keluarganya. Kembali ke orang tua dan saudaranya. Namun berbeda dari neneknya, keluarga Rosa tidak bisa menuruti semua keinginan Rosa, karena keadaan ekonomi yang tidak begitu baik. Rosa yang pada awalnya sudah tidak begitu dekat dengan keluarganya, merasa marah dan tertekan karena kemauaannya tidak dituruti seperti saat bersama neneknya.

Lulus SMA, Rosa bekerja dan bertemu dengan Tyo. Rosa menjalin hubungan dengan Tyo dan dia meminta keluarganya untuk menikahkannya. Keluarga Rosa tidak begitu menyetujui permintaan Rosa, namun karena tidak ingin Rosa marah. Keluarga-pun menyetujuinya.

Seperti dugaan keluarga Rosa, pernikahan Rosa dan Tyo tidak seharmonis yang Rosa bayangkan saat menikah. Ibu Rosa sering melihat Rosa di pukuli oleh Tyo. Tyo pun juga sering menyuruh Rosa meminta uang kepada orang tua Rosa. Keluarga Rosa, hanya diam dengan apa yang dialami oleh Rosa.

Setahun berlalu, Rosa di ajak Tyo untuk tinggal di rumah keluarga Tyo. Tidak ada yang bisa menebak, apa yang dialami Rosa saat tinggal di rumah mertuanya. Tyo sudah cuek dan jarang pulang ke rumah. Rosa Hamil, dan dia di kurung di rumah. Perasaan asing, dan tidak mempunyai siapa-siapa menghantuinya. Rosa yang manja dan selalu dituruti ke inginannya, kini terkurung di dalam rumah diantara orang-orang yang menganggapnya tidak ada.

Anak perempuan lahir ke dunia ini. Jika kebahagian seorang ibu adalah ketika anaknya lahir dan menjaganya sepanjang hari. Rosa tidak mendapatkan kebahagian itu. Bayi mungil yang dilahirkan dari rahimnya, kini di asuh oleh ibu mertuanya, tanpa sekalipun Rosa memeluk bayinya. Dia hanya di ijinkan untuk menyusui anaknya, dan setelah itu, bayi mungilnya di ambil darinya. Rosa tidak bisa memberontak dengan ketidak adilan ini, karena setiap kali dia memberontak, suaminya memukulinya.

Rosa mulai sering melamun, dan terkadang senyum-senyum sendiri. Mengetahui keanehan pada diri Rosa. Tyo mengembalikan Rosa ke keluarganya. Keluarga Rosa tak mampu berbuat banyak. Proses perceraiaan Rosa dan Tyo belum terproses di pengadilan.

suatu hari, Rosa berdandan dan memakai pakaian bagus. Keluarga Rosa merasa heran, dan khawatir.

“Mau kemana Ros, pagi-pagi gini?” Tanya ibu yang merasa khawatir.

“Mau jalan-jalan lah! Dah cantik gini.” Rosa menjawab pertanyaan ibunya dengan sedikit meremehkan ibunya. Rosa berjalan melewati ibunya, dan keluar begitu saja tanpa memperdulikan ibunya.

Rosa keluar rumah pukul 07.00 WIB dan kembali ke rumah pukul 23.00 WIB. Setiap hari Rosa keluar dan kembali tengah malam. Terkadang juga kembali pagi hari, keluarga Rosa hanya diam dan tidak melarang Rosa. Rosa pergi kemana dan dengan siapa, tidak ada yang mengetahui.

Setahun berlalu, Rosa masih sering keluyuran tidak jelas. Terkadang Rosa juga diantarkan oleh tentara. Entah siapa dia, keluarga tidak ada yang tahu. Kondisi Rosa semakin aneh. Jika dulu dia hanya diam dan seperti orang bingung. Sekarang Rosa, sering terlihat berbicara sendiri. Emosi Rosa juga lebih tidak terkendali. Ketika ibu atau ayahnya menanyakan dia mau kemana, Rosa langsung marah-marah.

Rosa dan keluarga Rosa menjadi guncingan masyarakat di sekitar rumahnya. Masyarakat membicarakan kondisi perut Rosa yang semakin besar. Dan menyebut Rosa orang gila. Keluarga Rosa merasa khawatir dan terganggu dengan guncingan itu. Akhirnya keluarga Rosa sepakat untuk memeriksakan kejiwaan dan kesehatan Rosa. Namun Rosa selalu menolak ajakan keluarganya

Pagi ini Rosa masih tampak tidur di tempat tidurnya. Adik Rosa menghampiri Rosa dan mengajaknya jalan-jalan ke moll. Dengan senang hati Rosa menyetujui ajakan adiknya itu. Di perjalanan Rosa merasa aneh karena jalur yang dilewati moll sudah terlewat.

“Lho, jalan ke mall kan arah situ, kenapa beda arah?” Rosa bertanya kepada adiknya dengan sedikit nada curiga.

“Kita gak ke mall disitu mbak, kita ke mall yang sebelah sana.!” Adik Rosa mencoba untuk menenangkan Rosa.

Tepat depan rumah sakit, adik Rosa masuk dan memarkir sepada motornya. Rosa merasa curiga, kenapa adiknya mengajaknya ke rumah sakit jiwa.

“Kita ngapain kesini.ayuks kita pulang aja.!” Pinta Rosa.

“Kita masuk dulu yaa mbak, mau ketemu temanku yang jadi dokter disini. Cuma bentar kok!” Adik Rosa menggandeng tangan Rosa dan mengajaknya masuk.

Rosa dan adiknya berjalan ke lobi rumah sakit. Rosa tidak melepas tangan adiknya sama sekali. Dia terus merengek untuk pulang.

“Pagi Dok..!” Adik Rosa membuka pintu ruangan dan menyapa dokter yang menunggunya di dalam. Rosa masih menggandeng tangan adiknya dan mengajaknya pulang. Namun adiknya tetap bersikeras masuk.

“Pagi..” Dokter itu tersenyum kepada Rosa dan adiknya. “Ayuks silahkan duduk” Dokter itu mempersilahkan duduk Rosa dan adiknya. Adik Rosa menyuruh Rosa duduk dengan paksa. Rosa merasa bingung dan takut. Dia terus meringik mengajak pulang adiknya. Dokter yang menyadari hal itu, langsung mencoba menghangatkan suasana dan berusaha membuat Rosa nyaman.

Dokter melakukan beberapa pemeriksaan medis untuk mengetahui kondisi Rosa. Dokter sudah memastikan bahwa Rosa menderita psikotik dan harus dilakukan perawatan, namun kondisi kehamilan Rosa juga menjadi pertimbangan dokter. Dia menyarankan untuk melakukan opearasi sesar pada Rosa, karena air ketuban Rosa sudah pecah.

Dokter merujukkan Rosa ke rumah sakit umum daerah, karena di rumah sakit itu tidak ada pelayanan kandungan. Di perjalanan menuju rumah sakit umum, Rosa terus saja merengek dan berguman bahwa isi perutnya itu sayuran, bukan bayi.

Orang tua Rosa sudah menungu kedatangan Rosa dan adiknya di rumah sakit umum. Sesampainya di rumah sakit umum, Rosa langsung di bawa ke bagian kandungan untuk dilakukan tindakan operasi. Dokter maupun perawat tidak mengetahui kondisi kejiwaan Rosa, saat operasi berlangsung, Rosa hanya di beri obat bius local. Saat operasi perlangsung Rosa bangun dan lari dari tempat operasi. Dokter dan perawat yang melakukan operasi kebingungan dan mencoba menangkap Rosa. Orang tua dan adik Rosa pun juga membantu untuk menangkap Rosa.

Rosa berhasil ditangkap oleh adiknya, dibantu oleh perawat, Rosa kembali ke ruang operasi. Dokter membius Rosa secara keseluruhan.Rosa terus berguman bahwa isi dalam perutnya adalah sayuran. Sampai akhir kesadarannya, Rosa tetap berguman. Operasi berjalan selama 30 menit. Anak perempuan terlahir dari rahim Rosa untuk kedua kalinya. Untuk kedua kalinya, Rosa tidak bisa menyentuh anaknya sendiri. Keluarga Rosa sepakat untuk merahasiakan kelahiran anak Rosa, untuk kebaikan Rosa.

Rosa di rujuk ke ruangan Psikiatri setelah beberapa hari dirawat di ruangan kandungan. di ruangan psikiatri, Rosa diperiksa secara medis. Rosa mengalami halusinasi, Asosiasi longgar (Aslong), dan gangguan pola pikir. Tinggat agresifitas Rosa masih tergolong tinggi,dan dependent yang berlebihan.

Rosa diberi terapi obat dan terapi ekupasi setiap harinya. Perlahan kondisi Rosa mulai membaik. Setelah satu minggu diruang psikiatri, Rosa sudah bisa diajak bicara tanpa nglantur, walaupun terkadang masih mengalami bloking. Halusinasi Rosa sudah mulai berkurang dan menghilang. Kondisi Rosa perlahan mulai membaik, dan mampu mengenali orang.

Melihat kondisi Rosa yang mulai membaik, Psikiater mengijinkan Rosa untuk pulang, dengan catatan dia harus diawasi dan dijaga kestabilan emosinya. Setelah tiga minggu berada di ruangan psikiatri, Rosa bisa pulang kembali bersama keluarganya.

“Seorang pasien Skizofrenia tidak bisa sembuh seumur hidupnya. Dia harus bergantung pada obat, untuk menjaga kestabilan emosinya. Namun pasien skizorenia masih mampu melaksanankan tugasnya sebagai individu yang independent dan individu social”

“keluarga adalah penentu utama dalam kehidupan kita, faktor pertama yang membentuk mental seseorang. Jika keluarga mampu membentuk mental yang baik, kita akan mampu melewati masalah kehidupan ini dengan mudah, dan sebaliknya, jika mental kita sudah terbentuk buruk dari awal, masalah sekecil apapun dalam kehidupan kita, akan membuat kita depresi. Keluarga adalah faktor pendukung utama, namun keluarga juga bisa menjadi faktor utama seseorang mengalami gangguan kejiawaan.


Terbit

dalam

Comments

Tinggalkan Balasan