Menatap dirinya di depan cermin adalah hal yang dilakukan olehnya saat itu. Bayangan akan kehadiran sosok itu, terus berputar di dalam otaknya. Proses, dimana rangkaian cerita itu, menjadi sebuah asa yang berawal dari adanya peristiwa. Entah dari mana awal pertemuannya? Hingga entah bagaimana bisa menyatu dari pertemuan itu.
“Pejamin matanya, Mbak,” pinta perias saat hendak memberikan hair spray untuk rambut Zania.
Zania yang tersadar akan lamunan dan bayangan yang terus berputar di otaknyapun, mulai memejamkan matanya. Suara hair spray dari kaleng itu, terdengar begitu jelas. Hingga sayup-sayup, terdengar suara itu. Suara, yang menghiasi senyumnya. Suara, yang selalu menjadi rangkaian katanya. Suara, yang menjadi semangat di hari-harinya. Suara itu, seperti aset berharga untuknya.
“Zania Vabigras?” tanya seseorang saat Zania masih disibukkan dengan riasan di wajahnya.
“Ya?”
“Make-upnya tolong dipercepat. Karena show akan dimulai lima menit lagi,” ucap tim acara.
“Oh okay. Ini tinggal oles lipstik doang, kok,” jelas Make-overnya.
“Oke bagus. Semangat,” ucap tim acara seraya mengangkat lengannya dan menekuk lengannya.
Show. Yah… seorang Zania Vabrigas, tidak akan pernah dibiarkan oleh waktu yang terus menggerogoti dirinya. Ah… bukan hanya dirinya, pikiran yang menjadi asetnya utamanya. Dengan hati dan juga jemarinya, yang menuntunya untuk terus berada di atas panggung kemenangan.
Zania Vabrigas. Mungkin, marga Vabrigas bukan lagi hal asing bagi yang telah mengenal siapa keluarga Vabrigas. Tapi bagi Zania, nama itu akan menjadi nama yang asing untuknya saat ia tak lagi menjadi sosok yang sama dengan kedua orang tuanya.
Yah.. sepasang suami istri yang selalu bersaing. Entah kenapa? Tapi saat Zania bertanya, jawabannya adalah cinta. Semua itu sangat aneh, hingga Zania sadar bagaimana maksudnya, dan enggan untuk tidak menirunya. Benar, anak yang cerdas, adalah anak yang lahir dari ibu yang cerdas.
‘Mari kita sambut, Zania Vabrigas!!!!’ sambut MC saat acara membuat Zania melangkahkan kakinya untuk keluar.
Zania keluar dengan senyumannya yang merekah, menarik pipinya, hingga menyipitkan kedua matanya yang telah terhias eye-shadow silver dan gradasi putih yang memperlebar matanya. Bulu matanya yang lentik, kulitnya yang bersinar seperti mutiara, pakaiannya yang rapi, dengan hels hitam yang minim tali dan juga gelombang rambutnya yang panjang, memperlihatkan betapa dewasanya ia di tengah umurnya yang masih belia.
Bukan hal yang tabu saat seorang Zania Vabrigas, menjadi wanita inspirasi di usia muda. Memotivasi semua kaum muda, untuk menjadi generasi yang lebih baik. Bukan berarti dirinya yang sudah baik. Tapi dengan maksud belajar bersama, untuk menjadi lebih baik.
“Bagaimana pendapat kamu mengenai pacaran di usia muda?” tanya MC setelah berkenalan dengan Zania.
“Pacaran usia muda nggak ada salahnya. Selama itu berada pada batas wajar. Pacaran di usia muda, itu sama halnya dengan berteman. Hanya aja beda sebutan. Kalau dibilang pacaran, masih terlalu berani untuk berperan dalam kehidupan. Pacaran, nggak akan bahaya selama kita bisa melihat ke depan. Maksudnya, melihat kedepan adalah, memperjuangkan masa depan.”
“Oke,,, masa depan. Keren-keren. Tapi nih Kak, terkadang tuh pasangan suka bermasalah. Misalnya, selingkuh nih. Yang namanya masa depan kan butuh fokus tuh, nah itu gimana bisa mikir masa depan kalau fokus aja terganggu?” tanya MC mulai santai untuk mencairkan suasana agar terkesan tidak terlalu formal.
“Masalah pasti ada lah dalam setiap hubungan. Jangankan masalah cinta, saat kita sudah mengikat diri dengan sebuah hubungan persahabatan, pasti ada aja masalahnya. Tapi, semua itu kita kembalikan kepada siapa yang menjalani hubungan itu. Jikalau memang dalam sebuah hubungan cinta permasalahannya selingkuh, bagi saya pribadi perselingkuhan hanya berlaku untuk pertunangan dan juga pernikahan. Kalau hanya sebatas pacaran, itu sama saja seperti teman. Jadi, kalau menganggap perselingkuhan di dalam hubungan pacaran, itu adalah hal yang kurang menyenangkan. Karena kalau di logika lagi, kita masih muda. Teman sana sini, hubungan yang sesungguhnya, adalah sebuah hubungan yang sudah terikat antara kedua orang tua. Selama itu masih belum ada, perselingkuhan itu tidak berlaku,” jelas Zania panjang lebar dan santai.
“Wow, jawaban yang luar biasa. Oke, buat teman-teman yang punya permasalahan demikian, kita bisa contoh nih motivator kita, Kak Zania Vabrigas. Oh ya Kak, apa sih kegunaannya penjelasan Kakak tadi?”
“Untungnya bisa di kita sendiri. Kita gak perlu stress mikirin doi yang selingkuh atau gimana? Sehingga, kita bisa tetep fokus dengan pekerjaan yang menyangkut masa depan kita.”
“Oke… ini kayaknya, temen-temen penonton nggak sabar ngajukan pertanyaan ya?” tanya MC dan di balas teriakan, seruan kata ‘iya’ dari penonton.
“Yak, kalau begitu kita akan membuka sesi tanya jawab dan dapat dimulai dari sekarang,” ucap MC mulai tegas.
Tak lama dari itu, banyak audience yang mengacungkan tangannya. Akan tetapi, MC hanya memberikan jatah tiga kali pertanyaan untuk sesi pertama, dan tiga kali pertanyaan untuk sesi kedua. Jadi, total enam pertanyaan untuk seluruh sesi.
“Sebelumnya, perkenalkan nama saya Winda, saya seneng bisa bertemu langsung dengan Kak Zania. Jadi gini, Kak. Winda nggak sengaja lihat story Kakak yang ada di Instagram bareng sama cowok. Trus, saat Winda stalker, ternyata cowoknya Kakak itu pelaut. Nah, pelaut kan bikin kita jarang ketemu tuh dan mengharuskan kita untuk ‘LDR’, itu tuh caranya gimana sih kak, biar langgeng. Kan namanya, goadaan dari cowok lain tuh banyak gitu, Kak, suka biki gak betah dan keburu pergi aja dari yang pertama, hehehe. Mohon penjelasannya, Kak Zania. Terimakasih,” ucapnya dengan memberikan microfon kepada runner yang tak jauh dari sana.
“Intinya, masalah ‘LDR’. Gimana nih, olive rasanya jalin hubungan sama popeye?” tanya MC mengulang pertanyaan dengan kalimat yang mengundang tawa audience sekaligus pembicara. Zania Vabrigas.
“Rasanya pacaran sama popeye itu…,” ucapnya terputus. Kemudian, ia tersenyum saat membayangkan wajahnya yang tengah tersenyum berseri di kala ia kembali. Candanya, menggema dengan rindu dan tawa. Seperti ombak lautan, yang terus berkejaran dengan pasir dan memeluk batu karang. Lambaian tangannya, menyiur seperti pucuk kelapa di mulut pantai. Dia, seindah lautan.
“Zania…,” panggil MC berusaha menyadarkan Zania yang asik dengan bayangannya.
“Oh, maaf, maaf..,” ucap Zania dengan sipu malunya.
“Cieeeeee,” seru audience saat memergoki Zania yang tengah terbayang akan kekasihnya itu.
“Popeye, ya? Mmmmm, maksud saya ‘LDR’. Kalau untuk bertahan di kala ‘LDR’, bagi saya caranya nggak banyak. Cuma jujur aja. Sisanya ngikut. Setia, adalah bagian dari kejujuran perasaan. Dan tingkah laku kita, sikap merupakan wujud dari gerakan perasaan yang di proses di dalam pikiran sebagai filtrasi apakah itu pantas dilakukan atau tidak hingga membentuk kata moral. Dari moral, dapat di teruskan menjadi kepribadian seseorang yang mana kepribadian merupakan sesuatu yang menonjol dan khusus, Sehingga, orang tersebut, berbeda dari yang lainnya. Kalau untuk hambatan yang disebutkan tadi, bisa di minimalisir. Misalkan, hang-out, Q-time dengan teman, main ke time-zone, atau sekedar membaca buku sambil mendengarkan musik. Intinya, melakukan hal-hal yang bisa menjauh dari hambatan yang seharusnya tidak menjadi hambatan,” jelas Zania.
“Ini kalau boleh tahu, rasa-rasanya popeyenya menemani olive nih, Kak,” nyata MC dengan menatap Zania yang masih tersipu saat ketahuan bahwa ia masih teringat dengan laki-lakinya.
Hal tersebut, membuat audience memutar kepalanya. Memastikan kebenaran akan apa yang sudah diucapkan oleh sang MC. Sampai akhirnya, Zania membelalakkan kedua bola matanya. Dari sudut keramaian audience yang terus berbisik, Zania sibuk memperhatian sosok bertopi yang berjalan ke arahnya. Sebuket bunga. Lagi. Yah.. lagi-lagi sebuket bunga.
“Abang,” panggil Zania lirih seraya melihat laki-laki yang tersenyum di tengah langkahnya yang mendekat ke arah Zania.
Hingga akhirnya, hiruk pikuk penonton mulai terdengar riuh saat mengetahui lelaki yang berjalan melewati mereka dengan membawa sebuket bunga. Banyak penonton yang mengambil gambar laki-laki itu. Bahkan, mereka rela berdiri di atas kursi karena penasaran dengan wajah laki-laki itu yang masih tertutup topi. Dan, hanya terlihat dari samping.
Hidung mancungnya, bibir mungilnya, dagu dan rahang kerasnya, terlihat begitu tegas dengan tubuh atletisnya yang terbalut jaket waktu itu. Bulu matanya yang lentik, memperlihatkan betapa ia mempesona dengan ketampanannya. Tak lain, tinggi tubuhnya, dan proporsional dirinya. Dia. Hafied Wahyu Pramono.
“Abang…,” panggil Zania manja seraya beranjak dari tempat duduknya dan menyambut laki-lakinya yang tengah ada di atas panggung.
“Abang kapan balik?” tanya Zania saat laki-lakinya ada di sana.
“Hari ini. Aku tahu kalau kamu ada show dari Safa,” jelasnya.
“Abang…,” panggilnya lagi.
“Apa sayang?” tanyanya dengan meraih pinggang Zania. Kemudian, mencium kening Zania dengan memejamkan matanya. Begitu juga dengan Zania. Mereka berdua, menikmati detik itu.
Hiruk pikuk, penonton yang menyaksikan kemesraan membuat heboh gedung itu.
“Semangat menjalani harinya. Terimakasih sudah ada di tempat yang sama. Maafin abang, kalau abang nggak bisa lama. Ingat, jangan lupa makan, minum. Dan, ingat abang. Jangan lupakan ketiga kata itu. Karena abang nggak mau kembali dengan melihat kamu yang terbaring sakit karena hal konyol itu. Okkay?” tanya Hafied.
“Abang mau pergi lagi?” tanya Zania memastikan.
“Hmmmm… Abang akan segera kembali. Ah ya, abang kembali bukan karena ada waktu kembali. Tapi, abang memaksa waktu untuk kembali. Kebetulan, nggak jauh dari sini sandarnya. Makanya abang, hampiri kamu,” jelasnya.
“Makasih, Bang. Hati-hati di jalan. Cepet balik, Bang.”
“Pasti. Jaga diri baik-baik, sayang.”
“Hmmmm, see you,” ucap Zania lembut.
Hafid melangkahkan kakinya mundur, berjalan menjauh, hingga menjadi titik hitam, dan lenyap di balik pintu gedung itu. Zania yang terngiang suaranya, mencium bunga yang tengah ada di genggamannya.
Seperti halnya cinta. Rasa, yang menjadi alasan untuknya bertahan di kala ia terus menahan. Tentu saja menahan kerinduan. Dimana kehadiranya, adalah tanda kepergiannya. Kesepian yang dialaminya, bukan berarti kesendiriannya. Melainkan, janji untuk setia.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.