SEPENGGAL KISAH DI BALIK CORONA
Sejak heboh corona, sudah hampir 2 bulan kami melakukan pekerjaan dari rumah (work from home – WFH). Bahkan untuk sidang pun sudah dihimbau untuk dilakukan secara online. Namun sidang kali ini, Penggugat dan Majelis tidak sepakat untuk melaksanakan sidang secara online, alasannya karena administrasi. Akhirnya pada tanggal 15 April 2020, mau tidak mau saya harus berangkat ke Riau untuk menghadiri sidang yang dilaksanakan pada tanggal 16 April 2020, yang sebenarnya hanya mendengarkan pembacaan gugatan.
Hampir semingga saya uring-uringan menyesali sikap Penggugat dan Pengadilan yang menurut saya tidak mempertimbangkan kondisi yang semakin heboh. Perjalanan kali ini dapat mengakibatkan saya berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP) karena baru melakukan perjalanan ke luar kota, yang mana Jakarta dan Pekanbaru menjadi zona merah virus corona.
Namun yang ingin saya ceritakan dalam tulisan ini bukan tentang sidangnya, namun pemandangan memilukan yang saya temukan sepanjang perjalanan dinas luar kota. Tanggal 15 April 2020 siang, saya berangkat dari rumah menggunakan taksi online. Menurut penuturan si driver, sejak tanggal 18 Maret 2020, penghasilan dia menurun drastis. Bahkan sejak senin dia belum mendapatkan penumpang, baru hari ini dia mendapatkan 2 orang penumpang.
Sepanjang jalan saya melihat para ojek online parkir di pinggir jalan dengan wajah lesu karena tidak bisa membawa penumpang, mereka hanya menggantungkan harapannya pada pengiriman barang atau pemesanan makanan. Sementara itu banyak tempat makan yang tutup.
Perjalanan saya terhenti karena mobil nya mogok, saya hanya memandang kasihan kepada si driver yang tampak sedih dan kebingungan. Mungkin dia bingung mendapatkan uang darimana untuk biaya perbaika mobilnya. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari taksi lainnya, dan membayar ongkos sesuai aplikasi walaupun awalnya dia hanya meminta dibayar setengahnya saja, namun saya tidak tega. Biarlah,toh dalam 2 bulan ini saya sudah WFH sehingga biaya hidup saya sedikit dapat ditekan, ini saat nya untuk berbagi, karena bagi mereka pemberian sekecil apa pun pasti berarti besar.
Bandara Soekarno Hatta yang terkenal menjadi salah satu bandara tersibuk pun terlihat lengang, banyak konter yang tutup. Semua penumpang berjalan dengan menjaga jarak, terburu-buru dan menggunakan masker. Di dalam pesawat, tempat duduk telah diatur sedemikian rupa, kursi barisan tengah sengaja dikosongkan untuk memberi jarak antar penumpang. Saya melihat wajah-wajah cemas para pekerja bandara dan awak pesawat. Mereka termasuk orang paling berpotensi terpapar virus karena berinteraksi dengan banyak orang setiap harinya.
Sesampainya di Pekanbaru, hotel tempat saya menginap hanya membuka satu lantai. Dan menurut keterangan resepsionis, tamu hari ini hanya kami berdua. Begitu hebatnya dampak virus ini menghantam semua lini kehidupan.
Perjalanan pulang ke Jakarta jauh lebih menyedihkan. Penerbangan kami hanya membawa penumpang 15 orang, bahkan pesawat citilink yang berangkat 1 jam sebelum kami hanya membawa 1 orang. Seorang pramuniaga di konter oleh-oleh terduduk lesu. Aku yakin bahwa dagangan mereka tidak ada yang membeli, padahal biasanya mereka selalu kompak berempat memanggil para pembeli, namun kali ini dia hanya sendiri dan duduk diam. Mungkin teman-teman nya yang lain telah dirumahkan dan dia terancam akan mengikuti jejak teman-temannya.
Dari bandara Soekarno Hatta saya menaiki taksi blue bird, biasanya penumpang akan antri di sini, namun kali ini taksi lah yang antri. Dalam perjalanan si driver kembali mencurahkan keluh kesahnya. Namun apa harus dikata, ini adalah musibah. Saya mencoba memberikan kata-kata semangat tanpa menimpakan kesalahan kepada siapa pun, walaupun harus ku akui kali ini Pemerintah terkesan tidak memiliki solusi untuk mengatasi permasalahan ini.
Sesampainya di rumah, saya memberikan ongkos dan tip yang tidak seberapa, namun berkali-kali si driver mengucapkan terima kasih atas pemberian kecil itu.
Saya kembali merenung, dalam 2 bulan ini saya uring-uringan karena kebosanan harus mengurung diri di dalam rumah. Karena WFH load pekerjaan pun semakin banyak, hingga akhirnya weekend pun digunakan untuk kerja. Namun ternyata di luar sana, banyak orang yang terpaksa harus keluar rumah untuk mendapatkan uang. Mereka hanya punya 2 pilihan, kena virus atau kelaparan. Sementara saya, walaupun di rumah masih mendapatkan gaji dan ada pekerjaan yang dapat dikerjakan.
Semoga keadaan kembali normal, dan kehidupan kita yang dulu bisa kembali kita jalani dengan baik tanpa rasa khawatir.
Jakarta – Pekanbaru – Siak, 16 April 2020
Sekian tentang SEPENGGAL KISAH DI BALIK CORONA.
Terima kasih.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.