Sejarah umat islam dan peperangan

Isi tulisan

Perang sebagai cara penyelesaian
pertentangan antar negara masih saja ter-
jadi baik dimasa sebelum Islam datang
sampai di era modern ini. Meskipun su-
dah ada usaha untuk mencegahnya baik
dengan jalan diplomasi untuk mecapai
kedamaian maupun penggunaan hukum
Internasional, namun tidak dapat menge-
kang nafsu agresi manusia tersebut.
Dalam sejarah manusia di muka
bumi ini, peperangan demi peperangan
sudah banyak terjadi. Kerusakan dan
kerugian, korban meninggal dan tawan-
an, penjajahan dan harta rampasan, bah-
kan kedzaliman dan perbudakan menjadi
tidak terelakan dengan adanya perang.
Fakta sejarah telah mencatat bah-
wa Islam merupakan agama yang sangat
cepat berkembang di muka bumi ini.
Hampir semua sejarawan baik Muslim
maupun non Muslim berdecak kagum
atas kemajuan dan berkembangan Islam,
sehingga banyak mereka yang mempe-
lajari, mengakaji dan menganalisanya.
Namun ada sebuah analisa para pemikir
Barat yang menyesatkan bahwa berkem-
bang dan majunya Islam adalah dengan
peperangan. Ia mengembar-gemborkan
bahwa ‘Muhammad dan pengikutnya
adalah cinta berperang’. Serta meng-
gambarkan Nabi Muhammad ditangan
kirinya al-Qur’an dan ditangan kanannya
adalah sebilah pedang.
Oleh karena itu penulis buku ini
kata perang menjadi fokus kajiannya,
mengapa? Dikarenakan Islam sebenar-
nya sangat membenci perang, karena
kata Islam sendiri berarti kedamian. Bah-
kan Rasulullah Saw., bersabda: “Jangan-
lah kalian berharap bertemu musuh, te-
tapi mintalah keselamatan kepada Allah.
Dan apabila kelaian bertemu musuh, ma-
ka bersabarlah (teguhkan diri untuk me-
nghadapi mereka” (HR. Bukhari dan

Muslim). Jadi perang dalam Islam me-
rupakan pilihan setelah upaya persuasif
dengan perdamaian atau perjanjian su-
dah tidak dapat kata sepakat.
Buku dengan judul: The Art of Is-
lamic War (Rahasia Kemenangan Ten-
tara Islam generasi Pertama), karya dari
Shohihul Hasan merupakan tesis beliau,
kemudian diubah beberapa formatnya
untuk dijadikan sebuah buku.
Buku ini dalam pembahasannya
terbagi menjadi tujuh bab, yang pertama,
dibahas tentang masa Nabi Saw. di Mak-
kah. Bagaimana sebenarnya sosok pri-
badinya, sikap yang ditunjukan tatkala
harus berjibaku dengan berbagai intimi-
dasi serta penyiksaan ketika di Makkah
tanpa adanya peperangan.
Bab kedua, usaha Nabi Saw. me-
ndirikan negara Islam di Madinah dengan
cara damai dan tanpa adanya peperang-
an. Bab tiga dijelaskan tentang perjalanan
negara Islam di Madinah serta beberapa
peperangan yang dilakukan Rasulullah
Saw. Bab empat, membahas kemajuan
Islam pada masa Khulafa Ar-Rasyidin.
Pembahasan yang cukup intens
mengenai berbagai masalah tentang pe-
rang dilakukan pada bab Lima, enam dan
Tujuh.
Keseluruhan dari isi buku ini cu-
kup menarik, selain menjelaskan bahwa
Islam merupakan agama cinta damai dan
menjadikan perang sebagai alternatif ter-
akhir, dan bertolak belakang dari para
pemikir Barat. Buku ini juga menjelaskan
tentang rahasia kemenangan pasukan
Muslim serta rahasia kemenangan pasu-
kan muslim dan etika-etika dalam pe-
perangan.
Kemenangan-kemenangan pasu-
kan Muslim dalan peperangan disebab-
kan oleh beberapa kekuatan yang di-
milikinya, yakni:
Pertama, Kekuatan Aqidah.
Hampir selama 13 tahun tarbiyah yang
dilakukan Rasulullah Saw. adalah me-
ngenai masalah aqidah. Keimanan, ke-
yakinan, janji surga dan ancaman neraka
sangat mengkristal dalam jiwa umat Islam
pada waktu itu. Sehingga mereka rela
meninggalkan anak, istri, keluarga, tanah,
rumah untuk menengakkan kalimat Tau-
hid tersebut. Sampai ada seorang sahabat
yang bernama Handzolah bin Abi Amir
dengan rela meninggalkan malam per-
tama dengan istri tercinta demi membela
agama Allah di perang Uhud. Ia disebut-
sebut sebagai satu-satunya syahid yang
dimandikan oleh Malaikat, karena ia ikut
berperang dalam kondisi junub dan belum
sempat mandi.
Kedua, Kekuatan Mental, tabah
dan sabar dalam segala kondisi merupa-
kan kekuatan mental yang selalu ditana-
mkan oleh Rasulullah Saw.
Sebagaimana firman Allah Swt. :
Hai orang-orang yang beriman, ber-
sabarlah kamu dan kuatkanlah ke-
sabaranmu dan tetaplah bersiap siaga
(di perbatasan negerimu) dan ber-
takwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung (Q.S. Ali Imran, 3: 200).
Taqwa serta menjauhi kemaksiat-
an merupakan modal utama untuk men-
jaga mentalitas. Dalam wasiatnya Umar

Ra. berpesan kepada Sa’d bin Abi Wa-
qash: “Aku wasiatkan padamu serta se-
genap pasukanmu agar bertakwa ke-
pada Allah Swt. dalam situasi apapun,
karena taqwa adalah modal utama untuk
menghadapi dan melawan musuh, dan
aku pesan pada kalian agar berhati-hati
dari segala kemaksiatan. Sebab pasukan
muslim ditolong karena kemaksiatan
yang dilakukan musuh, andaikan mereka
tidak melakukan itu, maka kita tidak me-
miliki kekuatan. Jumlah dan kekuatan
mereka lebih besar dari kita, bila kita juga
melakukan kemaksiatan seperti mereka,
niscaya mereka lebih unggul dari mere-
ka”.
Oleh karena itu pada persitiwa
Yarmuk, Herqules bertanya kepada pa-
sukannya yang melarikan diri, “Kenapa
kalian bisa kalah?”. “Bukankah mereka
juga manusia biasa seperti kalian?”. “Bu-
kankah jumlah pasukan kalian lebih ba-
nyak dari mereka?”. Pasukannya men-
jawab: “Benar, jumlah kita lebih banyak
daripada mereka”. Lantas kenapa kalian
kalah?, gumannya. Salah seorang ko-
mandan senior menjawab: “Karena me-
reka ibadah di waktu malam, puasa di
waktu siang, menenuaikan janji, menyeru
pada kebaikan dan mencegah keburuk-
an, mereka berlaku adil, sedangkan kita
suka minum arak, berzina, melakukan
tindak kejahatan, tidak menunaikan janji
serta suka berbuat zalim”.
Ketiga, kekuatan fisik. Fisik me-
rupakan faktor yang signifikan dalam pe-
rang. Rasulullah Saw. bersabda: “Orang
mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada mukmin yang
lemah (HR. Muslim). Dan yang terakhir
adalah kekuatan disiplin, semenjak di
Makkah Rasulullah Saw. telah meng-
gembleng umatnya untuk disiplin dalam
menjalakan perintah dan menjauhi
larangan Allah Swt.
Selain kekuatan-kekuatan ter-
sebut di atas yang membedakan dengan
kaum non Muslim, ada beberapa keagu-
ngan moralitas yang dimiliki oleh pasukan
Muslim yang tidak dimiliki oleh pasukan
kufar, yakni: pertama, berdo’a dan ke-
kuatan Takbir, dalam perang Khaibar
Nabi Saw mengangkat tangannya, dan
bersabda: “Allau Akbar, Khaibar telah
tumbang. Sungguh bila kita turun di hala-
man mereka, maka amat buruklah pagi
hari yang dialami oleh orang-orang yang
diperingatkan itu” (HR. Bukhari). Kedua,
hanya boleh membunuh orang yang ikut
berperang. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-
orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas,
karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang me-
lampaui batas” (Q.S. Al-Baqarah:
190). Ketiga, Tidak boleh membunuh
orang yang tidak ikut dalam perang. Se-
bagaimana Sabda Rasulullah Saw.: “Ja-
nganlah kalian membunuh orang tua,
anak-anak kecil dan wanita” (HR. Abu
Dawud). Dalam riwayat lain dinyatakan:
“janganlah melampaui batas, jangan
berkhianat, jangan merusak mayat,
jangan membunuh anak-anak dan juga
penghuni tempat-tempat ibadah” (HR.

Ahmad). Keempat, Menyerang musuh
yang menjadikan anak-anak serta wa-
nita, atau kaum muslimin sebagai perisai
hidup. Kelima, tidak boleh melakukan
pemerkosaan, merampas dan menjarah.
Abu Daud meriwayatkan dari seorang
Anshar, dia berkata: “Kami pernah pergi
bersama Rasulullah, lalu orang-orang
mengalami letih dan lapar. Mereka ke-
mudian mendapati kambing, dan lang-
sung menjarahnya. Di saat tungku telah
mendidih, Rasulullah datang dengan
membawa busurnya, lalu beliau menum-
pahkan tungku, dan menaburi daging
yang telah dimasak dengan pasir”. Kemu-
dian beliau bersabda: “Makanan hasil
jarahan tidak lebih halal dari bangkai”
(HR. Abu Daud). Keenam, Tidak boleh
merusak mayat. Tatkala Rasulullah Saw.
memberikan mandat pada seseorang un-
tuk memimpin pasukan senantiasa beliau
berwasiat: “Berangkatlah dengan nama
Allah dijalan Allah, perangi orang-orang
kufur pada Allah, pergilah berperang dan
jangan melampaui batas, jangan ber-
khianat, dan jangan merusak mayat, dan
jangan membunuh anak-anak” (HR.
Muslim). Ketujuh, tidak boleh meng-
hancurkan dan melakukan tindakan bumi
hangus. Sebagaimana wasiat Abu Bakar
Ra. kepada komandan pasukan muslim-
in: “Janganlahn kalian menebangi pohon,

dan jangan pula menghancurkan bangun-
an”.
Dengan demikian bahwa, Islam ti-
daklah berkembang dengan pedang.
Dalam catatan sejarah, Islam dapat ber-
kembang ke wilayah Asia, Afrika dan
Eropa adalah dengan kedamaian dan ke-
agungan moral yang di pertontonkan oleh
kaum Muslimin pada waktu itu. Sehingga
didaerah manapun ia kuasai tidak ada ge-
reja-gereja yang dihancurkan, namun te-
tap kokoh berdiri sampai sekarang, ma-
syarakat sangat senang dengan keda-
tangan pasukan Muslim, dikarenakan
keadilan, penghoramatan kepada anak-
anak, orang tua, wanita dan hak hidup
mereka yang terlindungi. Dan hal ini ber-
beda pasukan Barat ketika menguasai
suatu negara, mereka berlaku keji, mem-
bunuh anak-anak dan orang tua, mem-
perkosa para wanita dan menghancur-
kan gedung-gedung serta bangunan yang
bersejarah.
Buku ini cukup menarik dan la-
yak dimiliki oleh para generasi muslim,
dosen, ustadz dan para juru dakwah un-
tuk mengenalkan bahwa Islam adalah
agama cinta damai, serta sebagai bentuk
bantahan terhadap para pemikir Barat
yang menisbahkan Islam identik dengan
pedang.


Terbit

dalam

oleh

Tags:

Comments

Tinggalkan Balasan