1. Berbagi kebahagian dengan cara sederhanaPemikiran seorang perempuan yang seringkali melibatkan hati saya rasakan seiring berjalannya waktu. Ya, ada sebuah mimpi bahwa kelak ingin membahagiakan mereka walau dengan cara sederhana.Perjuangan menyusun skripsi hingga akhirnya lulus dan bisa menghasilkan uang sendiri dengan bekerja di sebuah perusahaan adalah histori perjalanan saya yang tak mungkin terwujud tanpa support keluarga. Saat menerima gaji, saya berusaha berbagi untuk menikmatinya bersama mereka. Tak berlimpah, namun mereka menyambut ini dengan penuh sukacita.
2. Memberi teladan bagi adik, walau sulitSaat terlahir sebagai anak kedua, ketiga, keempat dst, kamu pastinya ingin mendapat perlindungan lebih dari sang kakak. Begitulah impian saya selama ini. Memahami hal ini, saya pun berusaha untuk mendekatkan hati dengan adik saya.Andai jarak tak bisa dekat, setidaknya hati bisa terus melekat. Berbagai nasihat pun sering saya layangkan kepadanya. Hati saya yang terbiasa was-was ini hanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja di sana.
3. Menggantikan peran orang tuaJika semenjak kecil saya selalu dilindungi orang tua dari segala masalah (tahunya beres), kini mungkin saya harus bertindak sebaliknya. Sayalah yang harus siaga menggantikan peran mereka, walaupun tak sesempurna yang dibayangkan.Menyadari keterbatasan ini, saya pribadi terus belajar dari pengalaman banyak orang. Bisa meringankan beban orang tua tentu sangat menyenangkan, apalagi bisa membuat mereka yang saat ini sudah memasuki usia senja itu tersenyum bahagia. Doa saya itu simpel, “Panjangkan umur mereka Tuhan agar bisa menemani kami (saya dan adik) membesarkan cucu bahkan cicit mereka.”
4. Tenang, ‘saya baik-baik saja’Kehidupan sosial memberikan banyak saya pelajaran hidup. Namun tak jarang, saya pun mengalami keterpurukan hingga emosi terkuras dengan mudahnya saat dihadang berbagai masalah. Sedih, kecewa, marah, sakit hati dan beragam perasaan kurang menyenangkan lainnya sering saya rasakan.Sebagai seorang introvert yang lebih banyak diam, saya pun berusaha tenang dengan tak menghujani mereka dengan berbagai rasa sedih yang saya rasakan. “Saya baik-baik saya, Pak, Bu. Nggak usah khawatir….”, itulah secuil percakapan saya dengan orang tua saat kami melepas rindu via telepon. Biarlah mereka terus tersenyum, karena senyum ceria mereka adalah obat penawar kesedihan yang sungguh berharga.
5. Terus bergerak dan semangatDengan kemampuan akademis yang biasa-biasa saja atau tak ada keahlian diri yang mumpuni, saya berusaha berjalan mengikuti jalur yang telah Tuhan persiapkan untuk saya. Banyak cita-cita yang belum terwujud sebagai seorang anak sulung perempuan, yang dulunya merupakan hal yang mereka nantikan.Syukurlah, orang tua saya kini tak terlalu memaksakan saya untuk menjadi “apa”, namun selalu supportapapun kesibukan yang membuat saya “bahagia”. Sempat beberapa kali mengalami kondisi down, namun saat itu juga selalu berusaha ‘membangunkan’ diri sendiri untuk ingat kembali tujuan hidup saya di awal, yaitu berbagi kebahagiaan dengan orang-orang tersayang.
***
Banyak warna kehidupan yang saya rasakan sebagai anak sulung perempuan. Segalanya saya nahkodai dengan hati, maklum ya, perempuan seringnya seperti ini. Setidaknya ini bisa menjadi pemicu saya untuk menekan rasa malas, manja hingga menjadi orang tua bijak bagi anak-anak saya kelak.
Terima kasih untuk Tuhan yang memberi kesempatan untuk bernafas ke dunia ini. Andai pun mimpi untuk memiliki kakak laki-laki tak kesampaian, setidaknya saya menemukan karakter “kakak ” ini dari jodoh saya yang kini menjadi suami. Serba indah, memang 🙂
Sekian dari saya Hari Jum’at, 9 April 2021. Terimakasih sudah mampir untuk baca cerita saya yah gaessss
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.