Tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi salah satu permasalahan pendidikan yang signifikan. Kondisi ekonomi yang terbatas membuat banyak keluarga tidak mampu untuk memenuhi biaya pendidikan, termasuk biaya sekolah, buku teks, seragam, dan perlengkapan lainnya. Sebagai akibatnya, akses mereka ke pendidikan berkualitas terbatas dan terhambat. Anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah sering kali terpaksa putus sekolah lebih awal atau bahkan tidak bisa memasuki pendidikan formal sama sekali.
Selain itu, ketidak mampuan keluarga miskin untuk memberikan dukungan pendidikan yang memadai kepada anak-anak mereka sering kali berdampak negatif pada kualitas pendidikan yang diterima. Mereka mungkin tidak mampu menyediakan bahan bacaan tambahan, pelatihan ekstrakurikuler, atau bimbingan akademik yang dapat meningkatkan hasil belajar anak-anak mereka.
sumber: Suara Papua
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya nyata untuk mengurangi kemiskinan dan memberikan bantuan keuangan kepada keluarga berpendapatan rendah agar mereka dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Selain itu, program bantuan sosial, beasiswa, dan insentif pendidikan dapat menjadi solusi untuk memberikan akses pendidikan yang lebih baik kepada mereka yang kurang beruntung secara ekonomi.
Yayasan yang didirikan lebih aktif di facebook yaitu Yayasan Project Jyoti Bali. Sekarang ini Ibu Komang menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Bali. Pembelajaran gratis menggunakan sampah untuk berbayar terutama sampah plastik. Tujuan untuk mengedukasi anak anak selain pintar pada akademik dan juga peduli terhadap lingkungan. Senin yaitu menari , selasa yaitu yoga, rabu yaitu go green, sabtu seni budaya, minggu pembelajaran berbayar dengan sampah. Kegiatan ini sudah dilaksanakan dari tahun 2016 dan baru berbentuk komunitas. Kendala ada pada tutor atau guru untuk mengajar, setelah 2 tahun melakukan kegiatan ini banyak mendapat respon dari para anak muda untuk mengajar pada pembelajaran berbayar dengan sampah. Tempat belajar awalnya berada di aula kantor desa dan sekarang berpindah di sebuah bangunan yang bernama Taman Pintar. Kendala utama adalah dana untuk yayasan. Dana ini nantinya untuk membantu para siswa siswi yang kurang mampu.
Ketika kota adalah perubahan maka desa adalah kenyataan, pada desa-desa yang terpelosok pendidikan masih sangat kurang merata. Di desa mengening sangat jauh dari perkotaan dan masih banyak masyarakat yang kurang mampu. Pendidikan disini masih sangat rendah karena yang tamat sd melanjutkan ke smp dan melanjutkan ke sma langsung bekerja. Jenjang karir pendidikan hanya berhenti disitu saja dan dapat dihitung dengan jari beberapa orang yang mengenyam pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Walaupun mereka dari status yang kurang mampu dengan project ini masyarakat akan terbantu untuk mendapat jenjang karir yang lebih baik.
sumber: Yayasan Project Jyoti Bali_Sahabat Pintar
Tidak semua orang tua sadar akan hal penting tentang pendidikan, tetapi anak-anak disini didukung oleh para perangkat desa dan juga orang tuanya, dan mereka meningkat secara akademik dan tingkah lakunya, sudah terbukti siswa siswi yang ada disini mendapat juara di kelasnya. Salah satu anak didik kami menjadi atlet yang menjadi kebanggaan desa. Secara kualitas anak-anak dalam pendidikan semakin meningkat dan tingkah lakunya sudah lebih baik lagi saat berbicara dengan orang tua dan lebih santun. Ternyata sampah itu seperti polusi tetapi dapat menjadi solusi. Dan sampah sendiri dapat membantu banyak orang jika dikelola dengan benar agar bisa menghasilkan suatu hal yang bernilai tinggi.
Sumber: kumparan
Pembelajaran gratis berbayar menggunakan sampah itu dapat diuangkan menjelang hari raya dan bisa ditukar untuk alat tulis dan bisa di olah menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai ekonomis serta bisa juga dijual. Jika akan ada suatu event akan diadakan penggalangan dana. Dan untuk tutorial pengajar juga secara sukarela dan tidak mengeluarkan dana setiap harinya ketika mereka mengajar. Secara tidak langsung semua fasilitas sudah disediakan oleh teman teman yang siap berkolaborasi di komunitas. Untuk sampah nya sendiri bebas mereka mau membawa sampah organik, non organik atau residu dan kebanyakan yang dibawa adalah sampah berjenis plastik. Sampah yang mereka hasilkan harus dipertanggung jawabkan. Tidak semua sampah dapat di daur ulang , kalau sampah yang tidak berharga bisa dijadikan ecobrick. Ecobrick tidak hanya berbentuk ecobrick saja tetapi bisa berbentuk bangku atau meja. Setiap sampah yang mereka bawa sudah dikategorikan, kaca pun bisa dikelola, untuk sampah kresek akan dicacah dan dijadikan alas duduk. Banyak hal yang bisa kita buat dari plastik, dan kita selalu memakai tagline polusi menjadi solusi, pada dasarnya dari sampah menjadi suatu keberkahan.
Kalau untuk wajah plastik ini para siswa siswi dan pengajar disini awalnya mendapat pelatihan tetapi kami sedikit inovasi dan kita kemas dengan ciri khas yayasan.
Pada dasarnya kategori masyarakat yang tidak mampu ini bukan seseorang yang membutuhkan makan sekali tetapi yang tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya. Mereka sudah mulai dari sekarang mengawal anak yang berpotensi untuk bisa mendukung mereka mengenyam pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi dan bisa mendapat beasiswa, dan kami sudah mengarahkan yang lainnya untuk sekolah SMP dimana SMA dimana agar lebih terarah dan agar mereka mendapat bantuan untuk biaya pendidikannya. Mereka harus bekerja sama dengan pemerintah daerah karena tidak bisa berjalan dan berdiri sendirian. Agar kegiatan ini tetap berjalan kita harus tetap berkegiatan dan konsisten, kolaborasi , serta berkomitmen.
sumber: Bali Ekbis
Impian dari dr Komang sendiri adalah “ingin membuat sekolah gratis untuk masyarakat, sekolah yang ingin didirikan ini sebagai sekolah gratis namun orang-orang pasti berpikir kalau ini bulshit, untuk anak-anak yang sekolah disini tidak akan berbayar tetapi kami yang akan mencarikan mereka sponsor untuk biaya sekolah anaknya disini, kegiatan yang saya dirikan ini masih bersifat nonformal tapi bisa dikategorikan sebagai pelajaran tambahan.
Kegiatan ini sudah mulai disebarkan di beberapa kabupaten yang ada di Bali, kalau ada kegiatan serupa dan ada yang ingin berkolaborasi kami akan sangat terbuka agar mereka dapat memulai dengan beraksi. Saya sendiri berpikir jika pendidikan yang ada disini masih sangat rendah dan saya sendiri sebagai doktor ingin bisa bermanfaat untuk orang lain. Dari pemikiran itulah kami membuat project ini. Motivasi pertama adalah menjadi agen perubahan. Kita sebagai pemuda harus menjadi agen perubahan, pemuda yang ada di Indonesia harus menjadi pemuda pencari solusi agar bisa mengatasi suatu permasalahan. Sebagai generasi muda kalian harus tergerak, bergerak dan menggerakan. Indonesia tidak butuh pemuda pencaci maki, karena Indonesia butuh pemuda pencari solusi”
by : Daffa Azkhalifa PMN XI-1
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.