Suku Dayak Lawangan | Kalimantan Selatan

Suku Dayak Lawangan | Kalimantan Selatan

Yuk hidup dari karya, MENULIS SEKARANG↗️

Salam #MasBro #MbakBro

Suku Lawangan (Luangan) merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Lawangan. Suku-suku Dusun termasuk golongan sukubangsa Dayak rumpun Ot Danum sehingga disebut juga Dayak Lawangan. Suku Lawangan menempati bagian timur Kalimantan Tengah dan Kutai Barat, Kalimantan Timur.[1] Di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, suku Lawangan menempati sebuah desa saja yaitu desa Binjai.

Menurut situs “Joshua Project” suku Lawangan berjumlah 109.000 jiwa.

Organisasi suku ini adalah “Dusmala” yang menggabungkan 3 suku Dayak yaitu Dusun, Maanyan dan Lawangan”.

Subetnis suku Dayak Lawangan adalah:

  1. Suku Dayak Benuaq
  2. Suku Dayak Bentian
  3. Suku Dayak Bawo
  4. Suku Dayak Tunjung
  5. Suku Kutai ( Beradat Melayu )
  6. Suku Dayak Paser
  7. Suku Tawoyan (kedekatan bahasa 77%)
  8. Suku Dusun Deyah (kedekatan bahasa 53%)

Orang Lawangan mendiami daerah bergunung-gunung antara aliran Sungai Barito terus ke sebelah barat ke daerah aliran Sungai Kapuas. Daerah itu termasuk dalam wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, dan Tapin, di Provinsi Kalimantan Selatan. Di Provinsi Kalimantan Tengah mereka berdiam di dalam wilayah Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, dan Barito Timur. Nama lain dari suku ini ialah Luangan. Bahasanya tergolong kelompok bahasa Maanyan.

Suku bangsa Lawangan mungkin masih satu kelompok dengan Suku Bangsa Ngaju. Suku bangsa ini terbagi lagi menjadi sekitar 20 kelompok kecil, seperti Karau, Singa Rasi, Paku, Ayus, Bawu, Tabuyan Mantararan, Malang, Tabuyan Teweh, Mangku Anam, Nyumit, Bantian, Purui, Tudung, Bukit, Leo Arak, Mungku, Benuwa, Bayan, Lemper, Tungku, dan Pauk.

Mata Pencarian Suku Dayak Lawangan

Mata pencaharian suku lawangan umumnya berladang secara berpindah-pindah. Pertanian tradisional ini disertai pula oleh suatu tradisi yang mencerminkan kearifan lingkungan, dimana hasil panennya mereka bagi menjadi empat bagian. Seperempat bagian untuk kebutuhan sehari-hari petani dan keluarganya sendiri, seperempat untuk kepentingan upacara, seperempat diperuntukkan bagi makhluk hidup penghuni hutan (karena itu tidak perlu dituai), bagian akhir juga tidak dituai, melainkan dibiarkan gugur dan hancur kembali menjadi tanah. Di samping itu mereka juga bekerja meramu hasil hutan, seperti madu, lilin, damar, rotan, getah jelutung, getah karet, kayu dan membuat perahu. Suku bangsa yang hidup relatif berpindah-pindah untuk berladang dan melaksanakan mata pencaharian lain ini diduga datang dari daerah hulu aliran Sungai Mahakam di Kalimantan Timur. Tempat menetap pertama mereka sebut bantai, baru setelah agak permanen dan ramai mereka sebut pedukuhan. Gabungan dari beberapa pedukuhan menjadi sebuah kampung atau desa.

Kekerabatan dan Kekeluargaan Suku Dayak Lawangan

Sistem hubungan kekerabatan mereka cenderung untuk bersifat matrilineal, mungkin karena pengaruh adat menetap sesudah nikah yang matrilokal (suami menetap di lingkungan keluarga asal isteri). Orang Lawangan juga mengenal adat ganti tikar (sosorat), artinya bila isteri meninggal maka suaminya harus kawin dengan saudara perempuan almarhum isterinya. Adat ini bertujuan agar pemilikan harta tetap berada pada pihak perempuan.

Kepercayaan Suku Dayak Lawangan

Kepercayaan asli mereka mempercayai adanya kelahiran kembali dari roh-roh orang mati (reinkarnasi). Pemujaan memang berorientasi kepada roh dan dewa-dewa yang dianggap berdiam di sebuah gunung yang mereka sebut Gunung Lemeut. Pada zaman dulu sistem religi/agama asli ini dikaitkan pula dengan adat pengayauan. Sisa-sisa kepercayaan asli ini masih tampak dalam gerakan mesianik (mesianic movement) yang mereka sebut nyuli.

Dayak Lawangan Kabupaten Tabalong, Kalsel

Di Kabupaten Tabalong ini terbagi menjadi empat wilayah keadatan Dayak, salah satu diantaranya wilayah keadatan Dayak Lawangan yaitu:

  1. Wilayah keadatan Dayak Lawangan di desa Binjai.
  2. Wilayah keadatan Dayak Maanyan di desa Warukin
  3. Wilayah keadatan Dayak Deyah Kampung Sepuluh, meliputi sepuluh desa di kecamatan Upau, Haruai, Bintang Ara.[2]
  4. Wilayah keadatan Dayak Deyah Muara Uya dan Jaro.

Di luar keempat daerah-daerah kantong keadatan Dayak Kabupaten Tabalong tersebut juga terdapat suku Banjar yang merupakan mayoritas populasi penduduk Tabalong dan suku Banjar ini tidak terikat dengan Hukum Adat Dayak.

Sejarah Dayak Lawangan/Luwangan/Luangan

1. SEJARAH SEBELUM ADANYA LANGIT DAN BUMI

Pertama; Itak Diang Rongaweng, Kakah Diang Rongaweng

di ngurai

Kedua; Itak Empong Ponon, Kakah Empong Ponin

di ngurai

Ketiga; Itak Seriga Tongo, Kakah Seriga Tongo

di ngurai

Keempat; Itak Seriga Alam, Kakah Seriga Alam

di ngurai

Kelima; Sengkereang,Sengkerepang

Pada waktu itu bumi ada sebesar sulau, langit sebesar pisis. Tai Munan utek Naga Haji ali, tai munan utek Naga Burung; diatas kepala Naga Haji dan diatas kepala Naga Burung.

Sedangkan dunia dan langit harus ada, jadi Maha Kuasa (Allah Ta’ Alla) menyerukan dengan nama AYAN TAMUN TUNRAN TUNTUT TAMUN AUN, BEYEYE TAMUN TUYO, maka mendengar demikian mereka bertiga bermufakat, yakni mengumpulkan dan serta membawa bahan-bahan apapun yang dapat diambil demi untuk menambah tanah dan langit yang ada. Dengan bahan-bahannya terdiri dari LAMPUNG KUIT, LAMPUNG KUDAU, LAMPUNG SENDRI, LAMPUNG SENDRAK.

Dengan pembagian tugas pekerjaan masing-masing sbb:

1. Tuntut Tamun Aun adalah menyanggupi menjadi Tukang angkut keseluruhan bahan-bahan yang telah tersedia oleh kedua kawannya yakni:

2. Ayan Tamun Tunran dan Beyeye Tamun Tuyo

Setelah kesemua bahan tersedia oleh ketiga bersaudara, maka selanjutnya mereka memberitahukan pada Allah Ta’ Alla, langsung Maha Kuasa Allah Ta’ Alla memberi wahyu kepada SENGKEREANG SENGKEREPANG untuk mengolah dan menjadikan bahan itu, maka langsung dikerjakan oleh Sengkereang Sengkerepang dan menempa benda yang berupa tanah.

Setelah beberapa kali ditempa tanah tersebut ternyata tanah tersebut tidak dapat bersatu. Melihat hal demikian maka Sengkereang Sengkerepang memberitahukan kejadian itu kepada Allah Ta’ Alla. Maka diperintahkan oleh Allah Ta’ Alla kepada Sengkereang Sengkerepang; tangkaplah olehmu ikan LONGKINGMONENG dan ikan SELEGIGIN LANGIT, dan dipotong kemudian ambillah darahnya, tumpahkan darah ikan itu ke tanah yang kamu buat, diaduk dan baru ditempa olehmu, lalu dagingnya kamu makan berdua. Sempurnalah tanah itu sampai sekarang.

2.SENTUME DIAN NA’AN MERENSIA = SEJARAH ASAL MULA MANUSIA

Setelah terjadinya Bumi dan Langit, ternyata ada sisa dari pekerjaan Sengkereang Sengkerepang tadi yakni tanah sebesar satu genggam dan langit sebesar satu genggam, lalu diciptakan oleh Maha Kuasa Allah Ta’ Alla seperti gambaran tubuh manusia yang belum dapat bergerak dan bernapas sebanyak 2 orang.

Setelah jadi gambaran manusia itu, maka Maha Kuasa Allah Ta’ Alla memasukkan roh-Nya kepada kedua orang gambaran manusia itu, mulailah keduanya dapat bergerak dan bernafas, ternyata keduanya laki-laki semuanya, dan dapat berbicara serta menyebut namanya masing-masing.

Yang berasal dari tanah namanya LEWIN TANA dan yang berasal dari langit namanya LEWIN LANGIT.

Setelah mereka memiliki nama lalu mereka mengucapkan SENGKEREROTUS kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia kira-kira artinya ‘pantun Teka-Teki’ atau kira-kira dalam bahasa Ma’anyan artinya ‘Pinay’:

“KULAT URE KULAT TUHA ali OSI BAWE OSI SOONG”

lalu jawab LEWIN TANA:

“MATE TIYA, MATE TUHA ali MATE BAWE MATE UPO”

rupanya LEWIN TANA salah menjawab, harusnya:

“TIA-TIA, TUHA-TUHA, UPO-UPO, BAWE-BAWE”

kalau di Indonesiakan:

“MUDA-MUDA, TUA-TUA, LAKI-LAKI, PEREMPUAN-PEREMPUAN”

Itulah maksud si LEWIN LANGIT, lalu mereka membuat kesepakatan, bila LEWIN TANA ingin bertemu dengan saya kata si LEWIN LANGIT, demikian kamu katakan:

“TUNTUNG JEMU LEONG OLAU LIO ALI NO’OK ARAN A’AP”.

Kalau di Indonesiakan artinya:

“Buatlah oleh mu dupa dan hidupkan, lalu tuangkan oleh mu minyak bersih (minyak kelapa) kemudian panggillah nama saya, dan semampunya saya menolong dan membantumu”.

Karena rasa kasihnya si LEWIN LANGIT kepada si LEWIN TANA sehingga diberilah oleh si LEWIN LANGIT buah TUO BUROK kepada si LEWIN TANA.

Maksud pemberian dari si LEWIN LANGIT agar buah itu dimakan oleh si LEWIN TANA tetapi tidak kesampaian maksud hati si LEWIN TANA buah pemberian tersebut hanya dicubitnya saja, diusapkan kekepalanya dan kerambutnya.Disitulah awal terbentuknya kuku, walau dipotong tetap akan muncul demikian juga dengan rambut,walau dicukur tetap bisa panjang.

Lalu LEWIN TANA melaksanakan apa yang dikatakan LEWIN LANGIT, agar mendapat seorang perempuan.

Setelah mendapat seorang perempuan maka LEWIN TANA membawanya pulang ke dalam rumah. Lalu nama LEWIN TANA berubah nama menjadi SEMPIRANG LA’ANG.Kemudian seorang perempuan yang dibawanya tadi diambil menjadi isteri. Setelah beberapa lama mereka berkumpul dalam satu rumah. Hamil lah perempuan itu.

Karena dilihatnya perempuan itu telah hamil maka oleh SEMPIRANG LA’ANG dilarang pergi ke mana-mana atau pergi turun ke tanah, perempuan tadi atau isterinya itu diberi nama APE BUNGEN TANA. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, berangkatlah SEMPIRANG LA’ANG mencari nafkah ke TANA OLUNG OLAU tetapi larangan-larang yang diucapkan oleh SEMPIRANG LA’ANG tidak diingat atau diindahkan oleh APE BUNGEN TANA.

Semenjak ditinggal olehnya, isterinya turun ke tanah dan melahirkan di bawah tangga dan ternyata suaminya melihat apa yang telah terjadi itu, mencari APE BUNGEN TANA ke mana-mana hanya setumpuk tanah dibawah tangga.

Meneliti kejadian ini maka SEMPIRANG LA’ANG meminta petunjuk dari Maha Kuasa Allah Ta’ Alla

dan menerima wahyu dari-Nya. Kata Maha Kuasa Allah Ta’ Alla: “hai, SEMPIRANG LA’ANG.tutuplah olehmu tumpukan tanah yang ada dibawah tangga itu dengan UYUNG, selama sembilan bulan sembilan hari. Setelah itu baru bisa dibuka olehmu. Dan apa yang diperintahkan oleh Maha Kuasa dilaksanakan oleh SEMPIRANG LA’ANG.

Setelah genap sembilan bulan dan sembilan hari lalu SEMPIRANG LA’ANG membuka UYUNG tersebut dan ternyata ada seorang anak kecil berjenis kelamin perempuan, melihat kejadian tersebut anak kecil itu dibawa dan dipeliharanya.

Singkat cerita, seiring waktu perjalanan hidup anak kecil tumbuh menjadi perempuan dewasa dan diambillah perempuan itu menjadi isterinya lalu diberi nama TEBILUNG UYUNG.Sejak itu nama SEMPIRANG LA’ANG berubah menjadi SERAKIN PINANG. Sepasang suami-isteri tersebut memperanakkan 41 orang. Hidup mereka hanya memakan tanah OLUNG OLAU yang setiap hari dibawa SERAKIN PINANG dan TEBILUNG UYUNG. Karena setiap harinya mereka berdua melakukan itu, maka mereka menemukan KULAT LAMBAT BAYAN di sebuah gunung dan lansung dibawa oleh mereka berdua untuk dimasak menjadi makanan yang dinamakan SATU JAHAU JAJAU LA’ANG.

Dibawalah makan itu kepada anak-anaknya. Setelah mereka memakan makanan itu, mereka menjadi mabuk dan ke 41 anaknya seperti tidak memiliki perasaan lagi, seakan merasa sehat. Anak yang paling tua selalu berbicara dan berkata-kata menurut ragam bahasa ibu dan bapaknya. Dan saudara-saudara lainnya berbicara dalam berbagai macam bahasa.

Anak yang pertama memakai bahasa ibu dan bapaknya yaitu membaca bahasa Lawangan atau Luangan.

Itulah sejarah asal mula manusia dan bahasanya yang dipergunakan sampai sekarang.

Jadi di antara mereka itu ada yang sama bahasanya dengan TEBILUNG UYUNG dan SERAKIN PINANG adalah anak mereka yang paling tua bernama KAKAH ONGAP LIANG yang tetap menggunakan bahasa Luangan atau Lawangan sampai sekarang ini.

Riwayat KAKAH ONGAP LIANG memperanankan/memiliki keturunan yang bernama REWA LIANG, kemudian REWA LIANG memperanakkan TEMPUK GELUNG.

TEMPUK GELUNG beristeri dengan LOLANG LEOY. Mereka memiliki keturunan 8 orang anak, yakni:

TAMPUNG GELUNG…

LOLANG LEOI…

DATU SURE…

DATU NENENG LIANG…

DATU SELEPUPUNG…

DATU NENENG OHAN….

DATU MAYAR URUI….

DATU RENTUOY OLLO ….

3.ORANG LUANGAN/ LAWANGAN PADA ZAMAN NABI NUH

Pada waktu itu disebutkan Bentar Ruang Opat(sesanggan/wadah dari bahan kuningan) dan Mansi Bura Lumah (mangkuk putih dan piring putih); kode iro naan URAN WALO OLO WALO MALEM = hujan delapan hari delapan malam kode iro dinaan na utus Owa

Langit., maka nabi Nuh mempunyai BENAWA = BAHTERA untuk dipakai oleh orang-orang yang mengikuti dia sampai tertinggal di Gunung Sinai. Maka perahu kepunyaan orang Luangan mengikuti banawa nabi Nuh atau mengikuti perahu si SOONG ANJANG TIONG MANARUNG TELANG BULAU, Kemudian kode iro Bawu Buyung hanya ketore kojie lutuk bawui lembu, leko iro dali balalu mengadakan Balian KASARUNG JATUH, supaya DANUN LAYAP LANGIT = kebanjiran sampai ke langit menjadi surut.

Para Balian ini terdiri dari 4 orang bersaudara, Iyu na kepalai enu dali opat manni aran dali:

1. SOONG ANJANG TIONG

2. NGERANG TIMANG

3. NGAYUN BUEN

4. SOANG NYALIR LANGIT

Karena ”hujan delapan hari delapan malam” belum juga surut maka dilakukanlah BALIAN oleh 4 orang saudara ini tetapi air belum juga surut-surut dan langit belum juga terangkat lalu datanglah seorang lelaki bernama NALAU KAYUN KULANG nama lainnya MA’ SUMPING NGUNJAU BAWE ULEK DA BELUH katanya aka kam hanya Baliana a da iro sulet ke Lengun Langit suba kam ngenu Bentar Ruang Opat enu kam ali Kumpai wai ali Bungu rio Mupun eyu berbentuk Bura Lemit Mea Metum dan Jereu sebab iro di Danum tau takui langit tau baluwas leka tangku langit iro ege da luyang Danum Pentuer Danum iro ege da Jawan ulu iro naan na ulek Owa Langit kelem dali ngenu kawan iye na ulek iro dehtai biru. Balalu Jawan Ulu tangkeng Toto Loyang Danum tandong toneng toto bungu rio mumpun Njanteau kumpai owai leka orot nenung iro tongkou langit terou lapas daluyang Danum Pentuer danum toro lapas da Jawan Olu leka iro danum surut langit mengkat magin mongkat sehingga langit dan tanah kembali seperti semula, itulah kisah sejarah=Sentume Sepuri “kebanjiran sampai ke langit dan Balian”

Setelah air surut,perahu orang Luangan bersandar di beberapa tempat, yang ada buktinya perahu kepunyaan orang Luangan ini di BAWO KINSO atau di hulu sungai TABALONG KIWA. Orang-orang Luangan pada waktu itu ada juga yang memakai PARING BATUNG TEMIANG yang tertinggal di Gunung LANSI di daerah KOTAM kecamatan POTANGKEP TUTUI.

Kemudian 4 orang saudara tersebut membentuk 8 buah kampung, selalu menuturkan kisah diatas secara lisan disalurkan terus menerus, sambung menyambung dari mulut ke mulut. Dan mulai hidup berkelompok serta melakukan kegiatan beramal atau beribadat di TANJUNG RUANG DATAI LINO. Mereka berkembang sehingga memiliki banyak corak dan ragam sampai berakhirnya riwayat daerah itu.

Kemudian tumbuh kelompok masyarakat di daerah terusan BENTAS BULAU (Dusun Tengah-Ampah), mereka kembali melakukan kegiatan

beramal atau beribadat dan membangun Langgar Tuyo Amal agama Hindu Keharingan Luangan. Kegiatan mereka dipimpin oleh yang bernama Kakah Tena selaku penyambung dan penyalur dari nama Mangendang, dikarenakan sesuatu hal menimpa masyarakat

ini maka pindahlah mereka ke daerah SARAP RUANG di lembah Gunung Kesali. Di situlah mereka kembali melakukan kegiatan

beramal dan beribadat. Kepemimpinan dari Kakah Tena diteruskan oleh keturunannya, seorang perempuan bernama Nerin Bulau. Kelompok masyarakat ini berakhir riwayatnya di LIANG AYAH (Dusun Tengah-Ampah).

Kemudian penerus Kakah Tena membangun kembali kelompok masyarakatnya serta kegiatan beramal dan beribadat, ditumbuhlah di

daerah Kalimantan Timur, di wilayah sungai Kenesi. Kelompok masyarakat ini dipimpin oleh Temanggung Mangunsi pada masa raja-raja/sultan-sultan, sampai berakhir riwayatnya di daerah KENESI.

Kemudian tumbuh lagi di daerah LOPO (wilayah Barito Utara-sungai Muara Teweh), kelompok masyarakat penyambung dari Temanggung

Mangunsi. Mereka dipimpin oleh Ma Nampui sebagai pelaksana Tuyo Amal agama Hindu Keharingan Luangan. Sampai berakhir riwayatnya di daerah ini.

Kemudian tumbuh lagi di daerah MUARA UON anak sungai LUANG (daerah Gunung Purei) yang dipimpin oleh Mayan dengan nama gelar

Ma Asin….

Kemudian tumbuh lagi di daerah TURAN REKET (Dusun Tengah-desa Rodok) dipimpin oleh Lena dengan nama gelar Ma Belusuh di sungai

Gerunggung, anak sungai Tuyau Lelai Ue…..

Kemudian tumbuh lagi di daerah TUYAU (anak desa Rodok) dipimpin oleh Rintis dengan nama gelar Ma Kea……..

Kemudian tumbuh lagi di daerah MISIM BENIAN (Dambung Doroi-Dusun Tengah-Ampah) dipimpin oleh Jamban dengan nama gelar Ma Tajur…….

Kemudian tumbuh lagi di desa Rodok dipimpin oleh Reras bin Isal.

4.SEJARAH KEPERCAYAAN KEHARINGAN LUANGAN

Sejarah Daerah REGAN TATAU MENTELEDOK LOYANG DANUM

Daerah ini terdapat perantaraan KEPALA SUNGAI TALAKE, anak sungai PASIR dan dekat kepala sungai TOYEP anak sungai TABALONG KIWA, serta PEDUSUNAN ini boleh yang terbesar pada jamannya, sebelum adanya RAJA.

Dikarenakan tempatnya sangat luas maka dengan sendirinya penduduknya menjadi banyak, serta adat dan kepercayaan bercorak ragam, sesuai kepercayaan masing-masing.

Dengan adanya adat/kepercayaan ini bagi pihak SUKU KEHARINGAN LUANGAN . Masing-masing dipegang oleh:

a.Adat Istiadat, awalnya dipegang oleh SERUNAI SOONG BUEN (seorang laki-laki) lalu diteruskan oleh KAKAH MANGBULU

b.Kepercayaan Tuyo Amal, dipegang oleh PUTI SONGKONG(DATU PUTI SONGKONG) yang bergelar APAR BULAU ULING LANGIT

Kepercayaan ini tetap dijalankan sesuai dengan perintah dari LEWIN LANGIT semenjak mereka berpisah dengan LEWIN TANA.

Semenjak adanya Pedusunan REGAN TATAU inilah maka timbul HUKUM, ADAT dan AMAL KEPERCAYAAN yang dibentuk dan diterapkan untuk mengurus segala Hukum dan Adat.

Diangkatlah Mantir-Mantir (Penghulu) untuk meneliti dan memperhatikan keadaan di dalam

kampungnya supaya menangani:

a. Soal adat dan hukum perihal Perkawinan

b. Soal adat dan hukum perihal Belian-Belian

c. Soal adat dan hukum perihal Kematian

Turunan sejarah

Belian Bawo terdapat dari, yang diteruskan oleh laki-laki yakni dari nama NALAU

bergelar MA SUMPING NGOYAU BAWO sedangkan belian perempuan SENSI NE SENSAN.

Diteruskan oleh muridnya bernama TOJE TAMUN TELEW.

Kepercayaan Hindu Keharingan Luangan dibawakan oleh DATU SONGKONG yang bergelar APAR BULAU ULING LANGIT. Sesuai dengan perintah LEWIN LANGIT sejak perpisahan mereka setelah terjadinya langit dan bumi, semenjak itu DATU PUTI SONGKONG meneruskan ajaran-ajaran kepercayaan Hindu Keharingan Luangan dan selanjutnya ajaran kepercayaan ini diteruskan oleh AYUS, INTONG dan TIA PELULE.

Memperhatikan bahwa pedusunan REGAN TATAU telah maju lalu mereka membawa ajaran dan kepercayaannya ke daerah KAYUNTANGI oleh AYUS, INTONG dan TIA PELULE beserta rombongannya. Kemudian mereka mengadakan pembangunan dan langgar amalnya.

TIA PELULE meneruskan perjalanannya.

Kemudian KAKAH UKOP menyusul mereka dari daerah REGAN TATAU, dan terus bertempat tinggal ke daerah PASIR KENILO wilayah Kalimantan Timur, dan dari situlah dia ingin mencari dimana letak sebenarnya pinggir dunia, maka berangkatlah dengan memakai WETA atau BENAWA LAYAR.

Selama melakukan perjalanan, sering mengalami masalah yakni telah delapan kali mengganti dan memotong tiang layarnya. Makin jauh perjalanan makin sempit jarak antara langit dan permukaan air laut, ternyata sampailah Kakah Ukop pada suatu daratan dimana terlihat olehnya jejeran Tihang Langit dan melintanglah Pinggir Dunia. Dalam bahasa Luangan: PALIT JEREJEK LANGIT-PETENG BENTURAN TANA.

Kakah Ukop dalam perjalanannya ditemani oleh saudara kandungnya yakni adiknya. Karena kuasa Sang Kuasa ALLAH TA’ALLA maka naiklah Kakah Ukop ke daratan tapi adiknya tetap tinggal dalam Benawa. Nama adik Kakah Ukop adalah si USING.

Tetapi sial bagi Kakah Ukop ketika dia membatalkan niatnya untuk naik kedaratan lalu memanggil adiknya akan tetapi yang dipanggil tidak menyahut maka menolehlah Kakah Ukop kebelakang Benawa ternyata adiknya tidak berada ditempat.

Menolehlah dia keatas, ternyata adiknya sedang bermain-main dengan orang-orang disebelah tihang-tihang. Lalu Kakah ukop mengambil tindakan untuk naik kedaratan agar dapat mengambil dan meminta adiknya.

Karena kekuasaan Yang Maha Kuasa Allah Ta’alla maka adiknya diserahkan kepada orang yang ada disebelah tihang langit tadi, ternyata adiknya sudah tidak bergerak dan bernapas.

Kakah Ukop bangkit amarahnya dan mohon adiknya dikembalikannya, maka setelah diterima oleh orang dari sebelah ternyata bisa lagi bermain dan hidup seperti semula.

Maka melihat hal demikian, dipintanya lagi adiknya mengingat dia ingin kembali ke tempat semula, maka diberikan oleh orang kembali adiknya tenyata keadaan tetap seperti semula lagi atau tidak bernapas maupun bergerak, kejadian telah berulang kali maka ada selentingan suara dari dalam yang mengatakan bahwa adikmu tinggal saja dengan kami, dan ambillah barang ini sebagai pengganti jiwa adikmu.

Maka Kakah Ukop lama berpikir, dibawa adiknya tapi tetap tidak berdaya, jadi keputusannya diambilnya barang berupa peti besi segi empat itu dan adiknya diberikan kepada mereka.

Setelah peti besi itu diterima oleh Kakah Ukop, berpesanlah orang dari sebelah dan mengatakan kepada dia, peti ini jangan dibuka olehmu sebelum sampai ke tempatmu.

Dengan perasaan sangat cemas Kakah Ukop kembali dengan alat-alat yang dibawanya, disertai tanda tanya memenuhi pikirannya, apa yang sebenarnya di dalam peti besi ini.

Lama-kelamaan sampailah dia pada daratan, entah dimana Kakah Ukop masih belum mengetahui dengan jelas, bangkitlah dia dengan membawa peti besi itu beserta gong. Dalam keadaan yang sangat letih, beristirahatlah dia untuk melepas lelah lalu teringatlah dia akan peti besi itu tetapi lupa akan isi pesan dari orang yang memberikannya, karena menurut perasaan Kakah Ukop, dia telah sampai ke tempat asalnya maka peti besi itu dibuka ternyata keluarlah berduyun-duyun bercorak ragam manusia dari dalamnya. Dia meneliti tempat itu ternyata masih belum sampai pada tempat asalnya. Langsung peti itu ditutup kembali dan meneruskan perjalanan menuju daerah Pasir Kenilo. Nama tempat dimana Kakah Ukop membuka peti itu adalah KAYUN TANGI.

Setelah sampai di daerah Pasir Kenilo, dicobanya membuka peti besi itu tetapi tidak dapat dibuka sama sekali. Karena usaha membuka peti besi itu tidak berhasil maka Kakah Ukop menyumpah, yang isi sumpahnya dikatakan ” Bahwa orang dari daerah Kayun Tangi boleh berusaha atau bermata pencaharian di daerah Pasir Kenilo tapi tidak boleh membawa pulang hasilnya yang artinya habis dimakan ditempat berusaha itu sendiri sebab daerah Kayun Tangi sudah cukup banyak orangnya “.

Pada akhirnya Kakah Ukop menjadi raja di daerah Pasir Kenilo, kemudian Kakah Ukop menanam kayu di gunung. Antara pohon kayu itu ternyata hanya ada satu pohon. Sehingga kayu tersebut menjadi dua warna daunnya, yang sebelah agak kecil daunnya dan yang sebelah daunnya agak besar.

Demikian sejarahnya orang yang berusaha ke daerah Samarinda tidak menjadi berhasil dengan utuh.

Itulah sejarah dan kisahnya, tamatlah riwayat Kakah Ukop.

5.SEJARAH AYUS, INTONG, TIA PELULE

Ketiga orang tersebut telah bertempat tinggal di Kayun Tangi bersama rombongan lainnya. Kemudian mendirikan bangunan, bangunan yang dimaksud ialah tempat ibadah beserta ketentuannya.

Salah seorang dari antara mereka yakni TIA PELULE/USIK SAER LANGIT melanjutkan perjalanan ke arah utara. kemudian kembalilah dia di ujung kampung itu. Orang-orang kampung

tersebut ingin mencari tiang guru untuk tiang tempat ibadah di situ.

Sebenarnya didaerah tersebut tidak ada yang sanggup mengadakan tiang itu selain dari nama Jin saja yang sanggup menyediakan tiang untuk tiang guru itu. Tetapi hanya Jin yang dapat mengadakan tiang itu apabila nilai tiang atau benda yang tersedia setimbang dengan tiang itu.

Maka berkarung-karung mereka mengumpulkan harta emas, intan, perak tetapi masih berat tiang itu.

Mereka memikirkan hal itu, apakah masih ada lagi yang belum dihubungi. Ada satu orang berada diujung kampung yang tidak hadir untuk pendirian tiang. Maka kata TIA PELULE hadir disitu. Kata dia tidak mungkin saya dapat membantu pembelian tiang ini. Sedangkan emas dan intan serta perak berkarung-karung sudah ditimbang, apa lagi saya sakit tapi akan saya usahakan membantu kalian. TIA PELULE hanya memiliki sebuah cincin satu utas saja.

Perkataan si Jin makin mempersulit saja, pikirnya. Maka dicobalah oleh TIA PELULE menimbang cincin tersebut, ternyata berat cincin tersebut lebih berat daripada tiang guru itu. Langsung dijawab oleh si Jin emas tai palat, emas yang begitu rupa selalu diambil saja dan selalu dilemparkannya ke tengah-tengah lautan.

Kemudian tiang guru itu ditancapkannya di sembarang tempat lalu ditimpaskan ditengahnya oleh Jin.

Setelah terjadi keadaan tersebut, si Jin itu lari pulang dengan kemarahannya. Sehingga orang kampung itu menyerahkan kepercayaan kepada TIA PELULE sampai pembangunan tempat ibadah terlaksana sampai selesai. Bukan diatur dengan tenaganya tetapi diatur oleh kebijaksanaannya.

Tamatlah riwayat TIA PELULE.

Walau ketiga orang itu hidup terpisah, tetapi terpisah dengan baik dan hormat. Berdasarkan itu

sekarang tinggal nama AYUS dan INTONG yang berangkat meninggalkan kampung KAYUN TANGI mudik mensiwah ine menuju ke daerah LENDOK OLENG LUTUNG yaitu yang dikatakan PASAR ARBA BENUA LAWAS dan juga yang dikatakan KAYUN TANGI yaitu BANJARMASIN. Setelah Ayus dan Intong sampai di Lendok Oleng Lutung. Mereka berdua banyak melakukan pembangunan atau bermufakat untuk mengadakan tempat ibadah untuk tempat beramal. Dikarenakan pembangunan tempat ibadah mengalami sedikit keterlambatan maka masyarakat setempat terpaksa pergi beribadah ke tempat lain. Kalau tidak disebabkan hal itu pilihan masyarakat ke Pasar Arba Benua Lawas saja.

Lama kelamaan masyarakat tersebut mengatur amal dan ibadahnya di Lendok Oleng Lutung. Lalu berkatalah si Intong kepada saudaranya si Ayus, kata si Intong “Saya mau mengikuti adik kita si Tia Pelule karena menurut berita dia sudah memeluk Islam, saya mau menemui dia dan saya mau pergi haji ke Mekah Medinah menuruti si Tia Pelule”. Setelah si Intong berangkat ke Mekah Medinah maka selamatlah dia di dalam perjalanan dan masyarakat tersebut mengikuti jejaknya untuk pergi haji. Setelah pulang dari Mekah Medinah, sampailah dia di daerah Kayun Ganji. Pada waktu perjalanan si Intong ke Kayun Ganji, kapal yang ditumpanginya terbalik diisap oleh pohon Kayun Ganji hanya satu orang yang selamat dan hidup yaitu si Intong. Sadar bahwa hanya dia yang selamat, segeralah dia naik keatas pohon Kayun Ganji. Sesampainya diatas pohon dilihatnya ada seekor burung, yang bernama MANUK BALANG BULAU atau Burung Garuda. Lalu pikir si Intong lebih baik saya berpegang di taji Manuk Balang Bulau ini, biarlah ke mana saja ini nanti sampainya dibawa terbang oelh burung itu. Tidak lama kemudian Manuk Balang Bulau ini terbang. Sekian lamanya burung garuda ini terbang turunlah di daerah PADANG MELUKA. Si Manuk Balang Bulau tadi turun disitu dan memangsa seekor lembu lalu dengan sigap si Intong turun dari taji burung garuda ini ke daratan. Berjalanlah dia menyusuri Padang Meluka .Karena si Intong belum tahu arah tujuannya sehingga di dalam perjalanan dia menemukan sungai, sungai itu airnya yang sebelah agak keruh dan yang sebelah lagi agak jernih.

“Oh si Intong selalu berkata di dalam hatinya, apakah ini yang diceritakan oleh orang-orang tua dahulu yang dimaksud dengan sungai SEREMALIK?”. Menurut cerita bila air sungai ini disentuh dengan jari maka jarinya dapat berubah menjadi batu. Dicobalah oleh si Intong menyentuh air sungai itu dengan jarinya pada bagian air yang keruh maka langsung jari si Intong membeku menjadi batu.

Lalu dia meneruskan perjalanannya. Di dalam perjalannya sampailah dia pada sebuah kampung, yang bernama kampung TERANTANG BINI.

Setiap laki-laki yang memasuki kampung itu selalu lekas mati karena dikeroyok oleh kaum perempuan penduduk kampung ini. Maka si Intong langsung menemui pimpinan kampung ini, singkat cerita si Intong menikah dengan pimpinan kampung ini. Dengan memakai keahlian yang dia miliki (jari telunjuk kirinya yang telah berubah menjadi batu tersebut). Selamatlah si Intong dalam menjalani perkawinannya. Dan segala hal yang dapat mematikan bagi kaum laki-laki di kampung ini, sejak itu amanlah kampung Terantang Bini. Si Intong beralih namanya menjadi HAJI BATU. Dan kampung Teratang Bini pun berubah namanya menjadi ARPAH. Si Intong menjadi pimpinan di daerah Arpah. Maka tamatlah riwayat si Intong.

6.SEJARAH BERITUN TUNJUNG, MUDA LAYUNG MUDA DAHUR, MUDA LAYANG

Orang orang tersebut oleh karena merasa sudah terlalu banyak penduduk, corak juga ragamnya maka langgar di Pasar Arba Benua Lawas diserahkan kepada penduduk setempat. Dan orang orang tersebut langsung mudik mensiwak ine beserta rombongan, yaitu yang dikatakan sungai Barito. Setelah sampai dimuara sungai Mensiwak Anak atau yang dikatakan sekarang Muara Teweh. Maka setelah sampai disitu orang-orang tersebut berpindah. Muda Dahur dan Muda Layung yang selanjutnya menuju ketempat orang yang bernama UDANG JAWA.

Kemudian muncullah sejarah BERINTUN TUNJUNG dan MUDA LAYUNG, orang-orang terus mudik sungai Mensiwak Anak yang dikatakan sekarang sungai Teweh. Dan lama-kelamaan mereka dalam perjalanan sehingga sampailah di sungai Ruang anak sungai Teweh, yang dikatakan TANJUNG RUANG DATAI LINO. Muda Layung mengatur pembangunan di Datai Lino. Si Beritun Tunjung mengatur pembangunan di Tanjung Ruang. Setelah selesai pembangunan tersebut mereka bersam-sama mengaturkan amail dan peribadatannya. Lalu orang-orang yang diatur tidak tercatat hanya yang diketahui kampung-kampungnya saja, yaitu sebagai berikut:

1. Kampung Tanjung Ruang

2. Kampung Datai Lino

3. Kampung Tendung Jengaan

4. Kampung Tendung Merelemu

5. Kampung Ruang Tunjung

6. Kampung Bungut Layang Olo

7. Kampung Sewai Selai

8. Kampung Walo Oleng Lopo Sie ali Ruran Rere

Masih ada pertanyaan?
Masih butuh informasi lainnya?
Silahkan chat sama mimin kita, buat minta dibuatin tulisannya ya kekitaan.com/ButuhTulisan

Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.

Suka menulis?
Silahkan daftar untuk menulis tentang fakta Indonesia lainnya.
Sama seperti di youtube #MasBro #MbakBro akan mendapatkan penghasilan dari views.
Mari #HIDUPdariKARYA
Mau tanya? klik
 kekitaan.com/mauNULIS

Terimakasih
id.wikipedia.org dibuka pukul 12:27 WIB pada Hari Senin tanggal 16 November 2020

Referensi

Kata kunci lain yang sering dicari …Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak Lawangan di Kalimantan Selatan, Suku di Kalimantan Selatan, Suku di Provinsi Kalimantan Selatan, Suku di Kalimantan, Suku Indonesia, Suku di Indonesia Suku Dayak Lawangan | Kalimantan Selatan

Comments

Tinggalkan Balasan