Potret ekonomi Indonesia selama Covid-19

Secara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada ekonomi nasional sepanjang tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan tiga 2020 mulai membaik. Kondisi ekonomi  nasional itu tampak dari sejumlah indikator perekonomian, seperti pertumbuhan ekonomi, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Indeks Manufaktur (PMI), Retail Sales Index, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan jasa keuangan.

Laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97 persen (yoy), tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy).

Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020.

Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan catatan dua kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, ekonomi masih akan minus di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen. Itu artinya, Indonesia diperkirakan menutup tahun 2020 pada angka pertumbuhan ekonomi minus.

Selama tahun 2020, pemerintah tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4 persen hingga minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di angka minus 0,4 persen hingga minus 1 persen. Setelah melihat berbagai perkembangan, pada September-Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen.

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada triwulan III dan IV 2020 adalah sebesar minus 5,97 dan 2,21 persen, meningkat dibandingkan kondisi pada triwulan II yang mencapai minus 35,7 persen. Berdasarkan hasil data survei, perbaikan kegiatan dunia usaha terjadi pada seluruh sektor ekonomi terutama pada sektor industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan, serta komunikasi.

Dari sisi aktivitas manufaktur, terjadi perbaikan hingga Desember 2020. Indeks Manufaktur (PMI) pada bulan Desember 2020 mencapai 51,3, atau berada di level ekspansi. Angka PMI itu naik dari 50,6 pada bulan November 2020.  Indeks manufaktur yang telah kembali ke titik 50 poin pada November dan Desember 2020 merupakan satu indikator bahwa perusahaan manufaktur kembali berekspansi karena mengalami peningkatan penjualan yang berakibat pada peningkatan produksi. Selama pandemi, PMI pernah mencapai level terburuk dengan skor hanya 27,5 pada April 2020. Perbaikan sektor manufaktur akan menentukan pemulihan ekonomi.

Penjahit di usaha rumah tangga pembuatan perlengkapan pendukung fotografi Artrek menyiapkan bahan saat proses membuat tas di Manggarai, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Salah satu program pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah adalah dengan memberi stimulus dan bantuan produktif kepada para pelaku UMKM.

Di sisi permintaan konsumen terhadap barang jadi, pola pengeluaran konsumsi masyarakat menunjukkan penurunan. Pada bulan November 2020, retail sales index menunjukkan penurunan dengan nilai indeks sebesar 181,3, turun dibandingkan bulan Oktober sebesar 194,11. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung menahan untuk melakukan konsumsi.

Indikator lain yang dapat dilihat adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan optimisme dan pesimisme konsumen terhadap perekonomian. Pada Desember 2020, IKK keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi menguat, mendekati zona optimis. IKK meningkat dari 92 pada November 2020 menjadi 96,5 pada Desember 2020. Sejak April 2020, IKK berada di level pesimis. IKK terburuk terjadi pada Mei, pada angka 77,8, setelah itu merangkak naik hingga akhir tahun.

Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang belum pulih, penyaluran kredit juga merosot. Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit industri perbankan hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 5.482,5 triliun, masih mengalami kontraksi 2,7 persen secara tahunan (yoy). Kontraksi tersebut terjadi karena penurunan kredit kepada debitur korporasi yang belum banyak melakukan investasi.

Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mengalami kenaikan, yang mencerminkan sikap kehati-hatian di dalam konsumsi masyarakat. DPK perbankan di bulan November 2020 tumbuh 11,55 persen (yoy). Meski demikian, rasio kredit bermasalah atau NPL perbankan pada November 2020 terjaga dengan NPL Gross 3,18 persen dan NPL Net 0,99 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga di 24,19 persen.

Menurut saya resesi sudah keniscayaan jangan melawan arus besar pandemi. Hindari atau cegah pandemi dulu baru ekonomi akan jalan.


Terbit

dalam

Tags:

Comments

Tinggalkan Balasan