MANGUJI – MARNATAL
Bagi kami anak-anak desa yg lahir di Tarutung momen natal menjadi momen paling kami tunggu sepanjang tahun. Karena bagi pikiran kami yang masih polos, natal artinya libur sekolah, baju baru, kue-kue dan hidangan yg serba enak.
Cukup logis tentu nya jika anak-anak seperti kami memaknai natal sebatas itu. Bagi kami yg tinggal di desa, lahir dari keluarga sederhana, tidak setiap saat kami dapat membeli baju baru dan menikmati hidangan enak khas natal (seperti redang daging kerbau misalnya).
Umumnya, ada 2 perayaan natal yg pasti akan kami ikuti. Natal sekolah minggu (gereja) dan natal sekolah. Nah yg akan aku ceritakan dalam tulisan ini kenangan tentang natal sekolah minggu.
Awal November biasanya sudah dilakukan pembagian liturgi (biasanya kami sebut “Sipajojoron”). Selanjutnya 2 kali dalam seminggu kami akan manguji (latihan) di gereja. Biasanya anak-anak yg lebih besar antara kelas 4-6 SD akan mendapatkan peran lain selain liturgi misalnya seperti vocal grup, puisi, fragmen atau drama.
Di awal-awal latihan kakak-kakak guru sekolah minggu (cc tante Hanna Dewi Aritonang) akan disibukkan dengan pengaturan posisi litur dan mengajari anak-anak yg belum menghafal liturgi nya. Untuk yg mendapat peran membaca puisi, vocal grup, fragmen atau drama akan latihan lagi setelah anak-anak yg lain pulang.
Memasuki bulan Desember, aroma natal semakin tercium. Anak-anak semakin rajin datang manguji. Seolah tak sabar untuk merayakan natal.
Jika pada hari pekan yg jatuh di hari sabtu, kita diajak orang tua ke pasar, dipastikan kita hendak membeli baju dan sepatu baru. Pada saat berangkat manguji tiba-tiba seorang anak berkata, “nga di tuhor uma ku baju dohot sipatu baru ku (mama ku udah beli baju dan sepatu baru ku)”. Dipastikan berita itu akan membuat yg lain menjadi tidak tenang atau iri. Apalagi jika si anak tadi menambahkan, “sipatu ku na marlampu-lampu, dohot celana na godang sakku na (sepatu ku yg ada lampunya dan celana ku yg model banyak kantong nya)”
Sepulang manguji dipastikan anak-anak yg lain akan merengek-rengek ke orang tuanya. “Uma andigan do hita manuhor baju baru? Si X nga dituhor umak na baju na (Mak, kapan kita beli baju baru ? si X udah dibelikan baju baru oleh ibu nya)”
Pada hari yg telah ditentukan, natal sekolah minggu biasanya dimulai sekitar jam 6 sore. Tapi dari pagi kita sudah tidak sabar untuk segera memakai baju natal. Belum lagi jika orang-orang dewasa mulai memanas-manasi.
Jam 2 siang kita sudah mulai mandi, jam 3 sore biasanya sudah rapi dengan baju yg baru. Anak-anak perempuan biasanya berangkat ke salon. Namun meskipun sudah berpakaian dengan rapi, kita masih malu-malu untuk keluar. Kita mencoba mengintip dari jendela menunggu siapa yg keluar duluan. Begitu ada anak yg sudah keluar secara otomatis anak yg lain juga ikut keluar. Orang-orang dewasa akan memuji baju kita, hal itu membuat kita semakin bangga.
Jam 4 kita berangkat ke gereja berjalan kaki secara bergerombolan. Biasanya kita akan berjalan pelan-pelan, kaki tidak diseret agar sepatu baru nya tidak kotor dan rusak. Setengah jam kemudian, kita sampai di gereja.
Perayaan natal berjalan dengan sukacita. Pada saat akan membacakan liturgi kita akan mencari-cari dimana orang tua kita duduk. Setelah tau, baru kita tenang.
Setelah perayaan natal, kita akan mendapatkan bingkisan natal berupa aneka macam roti, seperti roti kipas, wafer, regal, lidah kucing, permen dan lilin yg dibungkus dalam satu plastik.
Sebelum pulang ke rumah, biasanya akan membeli kembang api. Sepanjang jalan kita akan sibuk bercerita. Tertawa dan bergembira.
Begitu lah cara kami anak-anak kampung memaknai dan merayakan natal.
Sekian tentang MANGUJI – MARNATAL.
Terima kasih.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.