Salam #MasBro #MbakBro
Keterangan | |
Ditetapkan | : 15 Januari 2004 |
Diundangkan | : 15 Januari 2004 |
Berlaku | : 15 Januari 2004 |
Jumlah | : 16 halaman |
Unduh UU dan Penjelasan | |
Status | : Belum Diubah/Dicabut : Dicabut dengan ada UU No. 48 Tahun 2009 : Dicabut… a. UU No. 35 Tahun 1999 b. UU No. 14 Tahun 1970 |
Sumber | : LN 2004/ NO.8, TLN NO.4358, LL SETNEG : 16 HLM. |
Tema | : Perbankan Dasar Pembentukan Kementerian/Lembaga/Badan/Organisasi |
Uji Materi Mahkamah Konstitusi | : Belum ada data |
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian rakyat menjadi tangguh, berdaya, dan mandiri yang berdampak kepada peningkatan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
b. bahwa masih terdapat kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan atas layanan jasa keuangan mikro yang memfasilitasi masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat; bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, kegiatan layanan jasa keuangan mikro dan kelembagaannya perlu diatur secara lebih komprehensif sesuai dengan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang–Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro;
Mengingat
:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 2 –
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG–UNDANG
MIKRO.
TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang–Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat
LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata–mata mencari keuntungan. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada LKM dalam bentuk tabungan dan/atau deposito berdasarkan perjanjian penyimpanan dana. Pinjaman adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan
yang diperjanjikan. 4. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada
masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan
yang diperjanjikan dengan prinsip syariah. 5. Penyimpan adalah pihak yang menempatkan dananya
pada LKM berdasarkan perjanjian.
- 6. Pemerintah...
OK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 3 –
- 6.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
LKM berasaskan: a. keadilan; b. kebersamaan; c. kemandirian; d. kemudahan; e. keterbukaan; f. pemerataan; g. keberlanjutan; dan h. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Pasal 3
LKM bertujuan untuk: a. meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi
masyarakat; b. membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan
produktivitas masyarakat; dan c. membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
BAB III.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 4
BAB III PENDIRIAN, KEPEMILIKAN, DAN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 4
Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan: a. bentuk badan hukum; b. permodalan; dan c. mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam
Undang–Undang ini.
Pasal 5
(1) Bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a adalah: a. Koperasi; atau
- b. Perseroan Terbatas. (2) Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
atau badan usaha milik desa/kelurahan. (3) Sisa kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia, dan/atau
- b. koperasi. (4) Kepemilikan setiap warga negara Indonesia atas saham
Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak sebesar 20% (dua puluh persen).
Pasal 6
LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing.
Pasal 7...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
–5
Pasal 7
(1) Sumber permodalan LKM disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang–undangan sesuai dengan badan
hukumnya. (2) Ketentuan mengenai besaran modal LKM diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Bagian Kedua Kepemilikan
Pasal 8
LKM hanya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; b. badan usaha milik desa/kelurahan; c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau d. koperasi.
Bagian Ketiga
Perizinan
Pasal 9
.
(1) Sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus
memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. (2) Untuk memperoleh izin usaha LKM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus dipenuhi persyaratan paling sedikit mengenai: a. susunan organisasi dan kepengurusan; b. permodalan; c. kepemilikan; dan d. kelayakan rencana kerja.
Pasal 10 ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 6
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, kepemilikan LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dan tata cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB IV KEGIATAN USAHA DAN CAKUPAN WILAYAH USAHA
Bagian Kesatu Kegiatan Usaha
Pasal 11
(1) Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha
dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha. (2) Ketentuan mengenai suku bunga Pinjaman atau imbal
hasil Pembiayaan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan
Simpanan oleh LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah. (2) Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 13
(1) Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
–7
(2) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus serta mengawasi kegiatan LKM agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 14
Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang: a. menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam
lalu lintas pembayaran; b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; c. melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung; d. bertindak sebagai penjamin; e. memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain,
kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi
LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama, dan f. melakukan usaha di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Bagian Kedua Cakupan Wilayah Usaha
Pasal 16
(1) Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu
wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau
kabupaten/kota. (2) Luas cakupan wilayah usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan skala usaha LKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 17...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
–8
Pasal 17
Dalam hal terjadi pemekaran wilayah: a. Pinjaman atau Pembiayaan yang telah disalurkan LKM di
luar wilayah usahanya tetap dapat dilanjutkan sampai dengan jangka waktu Pinjaman atau Pembiayaan
berakhir; dan b. Simpanan yang telah diterima LKM dari Penyimpan di
luar wilayah usahanya tetap dapat dilanjutkan sampai dengan penutupan Simpanan.
Pasal 18
LKM yang tempat kedudukan dan cakupan wilayah usahanya mengalami perubahan sebagai akibat dari pemekaran wilayah harus memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
BAB V PENJAMINAN SIMPANAN
Pasal 19
(1) Untuk menjamin Simpanan masyarakat pada LKM,
Pemerintah Daerah dan/atau LKM dapat membentuk
lembaga penjamin simpanan LKM. (2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah bersama Pemerintah
Daerah dan LKM dapat mendirikan lembaga penjamin
simpanan LKM. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI INFORMASI
Pasal 20
Pengurus LKM dapat melakukan tukar–menukar informasi dan data mengenai penerima Pinjaman atau Pembiayaan dengan LKM lain.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
–9
Pasal 21
(1) Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau
pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM wajib merahasiakan informasi Penyimpan dan Simpanan. Kewajiban merahasiakan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal informasi Penyimpan dan Simpanan untuk: a. kepentingan perpajakan; b. kepentingan peradilan dalam perkara pidana; c. kepentingan peradilan dalam perkara perdata; atau d. hal lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan. (3) Anggota direksi atau pengurus, dan pegawai LKM wajib
memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan untuk
kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk
memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VII PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PEMBUBARAN
Pasal 22
(1) LKM dapat melakukan penggabungan atau peleburan
dengan 1 (satu) atau lebih LKM lainnya dengan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau
peleburan LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 23
(1) Dalam hal LKM mengalami kesulitan likuiditas dan
solvabilitas yang membahayakan keberlangsungan usahanya, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan agar: a. pemegang saham atau anggota koperasi menambah
modal;
- b. pemegang ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 10 –
- b.
pemegang saham mengganti dewan komisaris atau
pengawas dan/atau direksi atau pengurus LKM; c. LKM menghapusbukukan Pinjaman atau Pembiayaan
yang macet dan memperhitungkan kerugian LKM
dengan modalnya; d. LKM melakukan penggabungan atau peleburan
dengan LKM lain; e. kepemilikan LKM dialihkan kepada pihak lain yang
bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; LKM menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian
kegiatan LKM kepada pihak lain; atau g. LKM menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau
kewajiban LKM kepada LKM atau pihak lain. (2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan solvabilitas LKM, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha LKM dan memerintahkan direksi atau pengurus LKM untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, Rapat Anggota atau rapat sejenis guna membubarkan badan hukum LKM dan membentuk tim
likuidasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran LKM
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VIII PERLINDUNGAN PENGGUNA JASA LKM
Pasal 24
Untuk kepentingan pengguna jasa, LKM harus menyediakan informasi terbuka kepada masyarakat paling sedikit mengenai: a. wewenang dan tanggung jawab pengurus LKM; b. ketentuan dan persyaratan yang perlu diketahui oleh
Penyimpan dan Peminjam; dan kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi LKM dengan pihak lain.
Pasal 25...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 11 –
Pasal 25
Untuk perlindungan Penyimpan dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Penyimpan dan masyarakat yang meliputi: a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat
atas karakteristik dan kegiatan usaha LKM; b. meminta LKM untuk menghentikan kegiatannya apabila
kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan
Undang–Undang ini.
Pasal 26
Otoritas Jasa Keuangan melakukan pelayanan pengaduan Penyimpan yang meliputi: a. menyiapkan perangkat untuk pelayanan pengaduan
Penyimpan yang dirugikan oleh LKM; b. membuat mekanisme pengaduan Penyimpan yang
dirugikan oleh LKM; dan c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan Penyimpan yang
dirugikan oleh LKM.
BAB IX TRANSFORMASI LKM
Pasal 27
LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika: a. LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota tempat kedudukan LKM; atau b. LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB X PEMBINAAN, PENGATURAN, DAN PENGAWASAN
Pasal 28
(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 12 –
(2) Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan
urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didelegasikan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. (4) Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum
siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada pihak lain yang ditunjuk. (5) Ketentuan mengenai hal yang berkaitan dengan
pembinaan dan pengawasan yang didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 29
(1) LKM wajib melakukan dan memelihara pencatatan
dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku. (2) Dalam melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau
pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi atau pengurus LKM dilarang: a. membuat pencatatan palsu dalam pembukuan
dan/atau laporan keuangan tanpa didukung dengan
dokumen yang sah; b. menghilangkan atau tidak memasukkan informasi
yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha.
Pasal 30
(1) LKM wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan: a. laporan keuangan setiap 4 (empat) bulan; dan/atau
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 13 –
- b. laporan lain yang ditetapkan dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan. (2) LKM wajib mengumumkan laporan keuangan dalam
rangka menerapkan prinsip keterbukaan.
Pasal 31
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap LKM.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 33
(1) Setiap LKM yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12 ayat (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 27, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 30 dikenai sanksi administratif berupa: a. denda uang; b. peringatan tertulis;
pembekuan kegiatan usaha; pemberhentian direksi atau pengurus LKM dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan; atau e. pencabutan izin usaha.
(2) Pengenaan ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 14
–
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan tingkat pelanggaran yang
dilakukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana dan
penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB XII KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1) Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan–badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua–duanya.
Pasal 35
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memaksa LKM untuk
memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). (2) Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau
pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM yang dengan sengaja memberikan informasi yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 15 –
Pasal 36
Anggota direksi atau pengurus, atau pegawai LKM yang dengan sengaja tidak memberikan informasi yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 37
(1) Setiap direksi atau pengurus LKM yang
- a. membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau
laporan keuangan dan/atau tanpa didukung dengan
dokumen yang sah; b. menghilangkan atau tidak memasukkan informasi
yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan
keuangan, atau rekening LKM; dan c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan,
menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, dan dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau
pengurus, dan/atau pegawai LKM yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima suatu imbalan, baik berupa
uang maupun barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya:
- 1. dalam rangka orang lain mendapatkan uang
muka atau fasilitas Pinjaman atau Pembiayaan
dari LKM; 2. dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang
lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas Pinjaman atau Pembiayaan pada LKM;
- b. tidak ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 16
- b.
tidak melaksanakan langkah–langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang–Undang ini dan ketentuan peraturan perundang–undangan lainnya
yang berlaku bagi LKM dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 38
Pemegang saham atau pemilik LKM yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, anggota koperasi, atau pegawai LKM untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan LKM tidak melaksanakan langkah langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang–Undang ini dan ketentuan peraturan perundang–undangan lainnya yang berlaku bagi LKM, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1) Pada saat Undang–Undang ini mulai berlaku, Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan. (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga–lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang–Undang ini berlaku.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 17.
(2) Lembaga–lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang–Undang ini berlaku. (3) Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari
serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada Undang–Undang ini.
Pasal 40
(1) Otoritas Jasa Keuangan, kementerian yang
menyelenggarakan urusan koperasi, dan Kementerian Dalam Negeri harus melakukan inventarisasi LKM yang
belum berbadan hukum. (2) Inventarisasi LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung
sejak Undang–Undang ini berlaku. (3) Dalam melakukan inventarisasi LKM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Otoritas Jasa Keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi, dan Kementerian Dalam Negeri dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki infrastruktur memadai.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Peraturan pelaksanaan dari Undang–Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang–Undang ini diundangkan.
Pasal 42
Undang–Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 18 –
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang–Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
- DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 12
Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA Asist Reputi Perundang–undangan GANDEAN DAdang Perekonomian,
EMENTEN
Chap
–
98 * KERN
CPUBLIK
id Silvanna Djaman
INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
- I. UMUM
1
Sektor keuangan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam mendorong peningkatan perekonomian nasional dan ekonomi masyarakat. Perkembangan dan kemajuan pada sektor keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank perlu dipertahankan. Dalam aspek kelembagaan, organisasi, regulasi (kebijakan), dan sumber daya manusia (SDM) perlu adanya peningkatan dan perbaikan, khususnya pada lembaga keuangan bukan bank.
Di Indonesia banyak berkembang lembaga keuangan bukan bank yang melakukan kegiatan usaha bidang keuangan yang banyak membantu kepada masyarakat. Lembaga–lembaga tersebut perlu dikembangkan terutama secara kelembagaan dan legalitasnya karena telah banyak membantu peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Perkembangan dalam masyarakat saat ini, lembaga keuangan yang menyediakan dana atau modal bagi usaha skala mikro dan usaha skala kecil sangatlah penting dan urgent. Lembaga keuangan skala mikro ini memang hanya difokuskan kepada usaha–usaha masyarakat yang bersifat mikro. Lembaga keuangan berskala mikro ini dikenal dengan sebutan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 33 ayat (1) menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
LKM ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
1 –2
LKM pada dasarnya dibentuk berdasarkan semangat yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (2) serta Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Keberadaan LKM pada prinsipnya sebagai lembaga keuangan yang menyediakan jasa Simpanan dan Pembiayaan skala mikro, kepada masyarakat, memperluas lapangan kerja, dan dapat berperan sebagai instrumen pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Berdasarkan hal tersebut, untuk memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, perlu disusun suatu undang–undang tentang lembaga keuangan mikro untuk memberikan landasan hukum dan kepastian hukum terhadap kegiatan lembaga keuangan mikro. Penyusunan Undang–Undang ini bertujuan: 1. mempermudah akses masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan
rendah untuk memperoleh Pinjaman/Pembiayaan mikro; 2. memberdayakan ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin
dan/atau berpenghasilan rendah; dan 3. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin
dan/atau berpenghasilan rendah. Undang–Undang ini memuat substansi pokok mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep Simpanan dan Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan. Undang–Undang ini juga mengatur kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan hukum, permodalan, maupun kepemilikan. Bentuk badan hukum LKM menurut Undang–Undang ini adalah Koperasi dan Perseroan Terbatas. LKM yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kepemilikan sahamnya mayoritas dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan. Selain itu, Undang–Undang ini mengatur juga mengenai kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM yang berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan perizinannya (multi–licensing). Untuk memberikan kepercayaan kepada para penyimpan, dapat dibentuk lembaga penjamin simpanan LKM yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan/atau LKM. Dalam hal diperlukan, Pemerintah dapat pula ikut mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM bersama Pemerintah Daerah dan LKM.
Undang...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
–3
Undang–Undang ini mengatur pula ketentuan mengenai tukar–menukar informasi antar–LKM. Undang–Undang ini juga mengatur mengenai penggabungan, peleburan, dan pembubaran. Di dalam Undang–Undang ini, perlindungan kepada pengguna jasa LKM, pembinaan dan pengawasan LKM, diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan. Agar implementasi Undang–Undang ini dapat terlaksana dengan baik, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, termasuk Pemerintah Daerah, kementerian yang membidangi urusan perkoperasian, dan kementerian yang membidangi fiskal, perlu bekerja sama untuk melakukan sosialisasi Undang–Undang ini. Undang–Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak diundangkan. Jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dimaksudkan antara lain untuk menyiapkan infrastruktur yang diperlukan seperti sumber daya manusia Otoritas Jasa Keuangan selaku pembina dan pengawas LKM dan sumber daya manusia Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selaku pihak yang menerima pendelegasian wewenang pembinaan dan pengawasan LKM, peraturan pelaksanaan Undang–Undang ini dan pedoman teknis pembinaan, pengawasan LKM, dan teknologi informasi. Selanjutnya, LKM yang belum berbadan hukum tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun sejak Undang–Undang ini berlaku dan wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang–Undang ini berlaku.
- II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk
mendapatkan pelayanan dari LKM. Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama–sama untuk
kepentingan bersama. Huruf
Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah suatu kegiatan yang dilakukan tanpa banyak tergantung kepada pihak lain, baik dari aspek sumber daya manusia maupun permodalan.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kemudahan” adalah bahwa prosedur pembiayaan dan penyimpanan dana dalam LKM dibuat
sesederhana mungkin. Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah suatu kegiatan usaha yang proses pengelolaannya dapat diketahui oleh
masyarakat. Huruff
Yang dimaksud dengan “asas pemerataan” adalah pemberian Pinjaman atau Pembiayaan yang menjangkau seluruh
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah suatu usaha yang dilakukan secara terus–menerus dan
berkesinambungan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah suatu kegiatan pemberdayaan sekaligus mendayagunakan usaha dan layanan keuangan mikro untuk
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “koperasi” adalah koperasi jasa. Huruf b
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 5 –
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
– 6 –
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pihak terafiliasi” adalah: a. pemegang saham, anggota, dan pihak yang memberikan
jasanya kepada LKM, antara lain akuntan publik, penilai,
dan konsultan hukum; dan b. pihak yang turut serta mempengaruhi pengelolaan LKM,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, atau
keluarga pengurus. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 21
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
–7
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5394
Unduh >> Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
Sering ditanya …
>>
Peraturan yang terkait
UU Tahun 2013
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro >> Unduh
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Mahakam Ulu di Provinsi Kalimantan Timur >> Unduh
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Malaka di Provinsi Nusa Tenggara Timur >> Unduh
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah di Provinsi Sulawesi Barat >> Unduh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Banggai Laut di Provinsi Sulawesi Tengah >> Unduh
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Pulau Taliabu di Provinsi Maluku Utara >> Unduh
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir di Provinsi >> Sumatera Selatan Unduh
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Kolaka Timur di Provinsi Sulawesi Tenggara >> Unduh
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme >> Unduh
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Rotterdam Convention on The Prior Informed Consent Procedure for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade (Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional) >> Unduh
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to The Convention on Biological Diversity (Protokol, Nagoya Tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati) >> Unduh
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Morowali Utara di Provinsi Sulawesi Tengah >> Unduh
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Konawe Kepulauan di Provinsi Sulawesi Tenggara >> Unduh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2013 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat >> Unduh
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 >> Unduh
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi Sumatera Selatan >> Unduh
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan >> Unduh
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan >> Unduh
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani >> Unduh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran >> Unduh
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan >> Unduh
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 >> Unduh
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 >> Unduh
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan >> Unduh
Bidang Peraturan lainnya …
UU 1946-2019
Corona
Google mesin mencarinya
kekitaan adalah sumbernya
Disini #MasBro #MbakBro bisa meminta dicariin informasi apapun … hmm yang positif
Silahkan ngobrol sama kita ya.
Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.
Sumber tulisan
hukumonline.com dibaca 18:27 WIB pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2020
peraturan.bpk.go.id dibaca 18:27 WIB pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2020
Kata kunci yang sering dicari …
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013, Lembaga Keuangan Mikro, Keuangan Mikro,
Undang-Undang, UU, Undang-Undang Republik Indonesia, peraturan perundang-undangan,