Salam #MasBro #MbakBro
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2020 Tentang APBN Corona
Ditetapkan 24 April 2020
Berlaku 27 April 2020
Status Belum Diubah/Dicabut
Status Dasar Hukum Belum Diubah/Dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 43/PMK.05/2020
TENTANG
MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA DALAM PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d dan huruf k Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, pemerintah berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ketentuan mengenai pelaksanaan kegiatan dan anggaran atas tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019;
Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
4. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional, dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 382);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DALAM PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal l
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
3. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi BUN.
4. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
5. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
6. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada penyedia barang/jasa, bendahara pengeluaran, dan/atau penerima hak lainnya atas dasar perjanjian/kontrak, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.
7. Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
8. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
9. Surat Pernyataan Kesanggupan Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat SPKPBJ adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh penyedia barang/jasa yang memuat jaminan atau pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara apabila penyedia barang/jasa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam kontrak/perjanjian/bentuk perikatan lainnya.
10. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal2
(1) Peraturan Menteri ini mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(2) Alokasi dana untuk penanganan pandemi COVID-19 dialokasikan dalam DIPA kementerian negara/lembaga.
(3) Dalam memudahkan perencanaan kegiatan, koordinasi pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi kinerja penanganan pandemi COVID-19, alokasi dana penanganan pandemi COVID-19 dikelompokkan dalam klasifikasi akun khusus COVID-19.
(4) Peraturan Menteri ini berlaku dalam masa penanganan pandemi COVID-19.
BAB II
PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGANAN PANDEMI COVID-19
Bagian Kesatu
Pembuatan Komitmen
Pasal 3
(1) Kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan berdasarkan alokasi dana dalam DIPA.
(2) Dalam hal terdapat kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dalam penanganan pandemi COVID-19, Pejabat Perbendaharaan dapat melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA.
(3) Kondisi mendesak/tidak dapat ditunda sebagaimana dimasud pada ayat (2) dilakukan hanya untuk kegiatan penanganan pandemi COVID-19 berupa obat-obatan, alat kesehatan, sarana prasarana kesehatan, sumber daya manusia baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan, dan kegiatan lain berkaitan dengan penanganan pandemi COVID-19.
(4) KPA segera memastikan penyediaan dana untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melalui revisi DIPA.
(5) Dalam hal diperkirakan pagu DIPA satker tidak tercukupi/tidak tersedia, kegiatan dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran.
(6) Tindakan dalam penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui pembuatan komitmen.
(7) Pembuatan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dalam bentuk:
a. perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau
b. surat keputusan, surat tugas, atau surat perintah kerja lainnya.
(8) Berdasarkan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang belum tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPA segera mengajukan revisi anggaran sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai revisi anggaran.
Pasal 4
(1) Perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Pembayaran LS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak yang telah ditandatangani ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(2) Pencatatan perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
Bagian Kedua
Mekanisme Pembayaran
Paragraf 1
Umum
Pasal 5
(1) Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan setelah barang/jasa diterima.
(2) Dalam hal dipersyaratkan oleh penyedia barang/jasa, pembayaran sebagian atau seluruhnya dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima.
(3) Pembayaran atas beban APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus, berdasarkan komitmen.
(4) Pembayaran yang dilakukan sebelum barang/jasa diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas uang pembayaran yang akan dilakukan.
(5) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
a. SPKPBJ, untuk pengadaan barang/jasa secara n o n elektronik yang nilainya lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
b. komitmen penyedia barang/jasa, untuk:
1. pengadaan barang/jasa secara no n elektronik dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
2. pengadaan barang/jasa secara elektronik.
(6) Tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicantumkan dalam perjanjian/kontrak antara PPK dengan penyedia barang/jasa.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak berlaku untuk perjanjian/kontrak yang berupa bukti pembelian dan kuitansi.
(8) SPKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(9) Ketentuan mengenai persyaratan jaminan, pengujian dan penatausahaan kontrak/wanprestasi, jaminan, pemutusan dan klaim jaminan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran atas beban
APBN sebelum barang/jasa diterima.
Pasal 6
(1) Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian
negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS atau UP.
(2) Dalam hal diperlukan/disepakati untuk diberikan uang muka, pemberian uang muka berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
(3) Untuk pelaksanaan pekerjaan, sepanjang tercantum dalam perjanjian/kontrak, penyedia barang/jasa dapat diberikan pembayaran tahap pertama.
(4) Pembayaran tahap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan SPKPBJ.
Paragraf 2
Mekanisme Pembayaran LS
Pasal 7
(1) Pembayaran atas kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dengan mekanisme Pembayaran LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan melalui penerbitan SPM-LS sesuai alokasi dana dalam DIPA.
(2) Pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembayaran atas barang/jasa yang telah diterima; atau
b. pembayaran sebelum barang/jasa diterima.
(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat pada perjanjian/kontrak.
(4) Dalam hal pembayaran dilakukan sebelum barang/jasa diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5.
(5) Pembayaran LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui transfer dari kas negara ke rekening:
a. penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya;
atau
b. bendahara pengeluaran untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
Paragraf 3
Mekanisme Pembayaran melalui UP
Pasal 8
(1) Pembayaran atas kegiatan untuk penanganan pandemi COVID-19 melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. alokasi anggaran telah tersedia/cukup tersedia dalam DIPA;
b. alokasi anggaran belum tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA;
dan/atau
c. pembayaran tidak dapat dilaksanakan melalui Pembayaran LS.
(2) Pembayaran melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
a. pembayaran uang muka;
b. pembayaran bertahap/sekaligus sebagaimana diatur dalam perjanjian/kontrak; dan
c. pembayaran setelah barang/jasa diterima dalam hal pembayaran didasarkan pada selain perjanjian/kontrak.
(3) Pembayaran melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian TUP tunai.
(4) Pengajuan SPM TUP tunai dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa komitmen dan/atau rencana pembayaran yang akan dilakukan dalam 1 (satu) bulan.
(5) Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP tunai untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan, Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dengan mempertimbangkan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.
(6) KPA mengajukan permintaan TUP tunai kepada Kepala KPPN disertai dengan:
a. rincian rencana penggunaan TUP; dan
b. surat pernyataan KPA bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penanganan pandemi COVID-19.
(7) Dalam hal TUP tunai sebelumnya dipertanggungj awabkan seluruhnya dan/atau pandemi belum belum disetor ke kas negara, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP tunai berikutnya.
(8) Dalam pengajuan TUP tunai, Satker memperhitungkan jumlah realisasi anggaran, jumlah dana yang telah dikontrakkan, UP dan TUP yang dikelola, serta tidak boleh melampaui alokasi anggaran satker dalam DIPA.
(9) Dalam hal pengajuan TUP tunai melampaui alokasi anggaran Satker dalam DIPA, pengajuan TUP tunai setelah mendapatkan persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran.
(10) Dalam hal terdapat kebutuhan mendesak untuk membiayai pelaksanaan kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 yang memerlukan TUP tunai atas alokasi anggaran yang belum tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA, pengajuan permintaan TUP tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dilampiri dengan persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran.
Pasal 9
(1) TUP tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan atau sesuai persetujuan Kepala KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5).
(2) Pertanggungjawaban TUP tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah:
a. barang/jasa diterima atau penyedia menyerahkan jaminan untuk pembayaran uang muka; dan
b. alokasi dana tersedia/cukup tersedia dalam DIPA.
(3) Pertanggungjawaban TUP tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus.
(4) Sisa TUP tunai yang tidak habis digunakan harus disetor ke kas negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 10
Dalam hal diperlukan, Kepala Satker dapat mengangkat bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan tugas kebendaharaan dalam penanganan pandemi COVID-19.
Pasal 11
(1) Besaran pembayaran UP dalam penanganan pandemi COVID-19 kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa tidak dibatasi nominalnya.
(2) Uang tunai pada setiap akhir hari kerja, yang berasal dari TUP tunai yang ada pada kas bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu dalam penanganan pandemi COVID-19 mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai kedudukan dan tanggung jawab bendahara pada satuan kerja pengelola APBN.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Penanganan Pandemi COVID-19 pada Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Pasal 12
(1) Dalam pelaksanaan anggaran penanganan pandemi COVID-19, Satker BNPB dapat:
a. melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersediajtidak cukup tersedia dalam DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); dan
b. melaksanakan pembayaran atas beban APBN baik sebagian maupun seluruhnya sebelum barang/jasa diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(2) Pelaksanaan pembayaran atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19, Satker BNPB dapat menggunakan UP yang berasal dari:
a. dana siap pakai (on call);
b. dana rehabilitasi dan rekonstruksi; dan/atau
c. operasional BNPB.
(3) Pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana.
(4) Pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan operasional BNPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11.
(5) Pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call), dana rehabilitasi dan rekonstruksi, dan/atau operasional BNPB dilakukan setelah tersedia alokasi dana dalam DIPA.
Bagian Keempat
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga
Pasal 13
(1) Pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui bank/pas penyalur kepada penerima bantuan sosial sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga.
(2) Pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui:
a. pemindahbukuan dari rekening bank/pos penyalur ke rekening penerima bantuan sosial;
b. pengisian uang elektronik penerima bantuan sosial oleh bank/pos penyalur; atau
c. pemberian uang tunai dari rekening bank/pos penyalur kepada penenma bantuan sosial oleh petugas bank/pos penyalur.
(3) Berdasarkan penyaluran belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, bank/pos penyalur menyampaikan laporan penyaluran dana belanja bantuan sosial kepada PPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa penyaluran dana belanja bantuan sosial melalui rekening penerima bantuan sosial atau uang
elektronik.
(4) PPK melakukan penelitian laporan penyaluran belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diselesaikan oleh PPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterima laporan dari bank/pos penyalur.
(6) Berdasarkan penyaluran belanja bantuan sosial dengan pemberian uang tunai dari rekening bank/pos penyalur kepada penerima bantuan sosial oleh petugas bank/pos penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dalam hal terdapat sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, harus disetor ke kas negara pada hari kerja berikutnya.
(7) Selama periode penanganan pandemi COVID-19, batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebagaimana dimaksud ayat (6), diselesaikan paling lambat pada hari kerja terakhir Tahun Anggaran 2020.
(8) PPK menyampaikan surat perintah penyetoran sisa belanja bantuan sosial kepada bank/pos penyalur paling lambat 5 (lima) hari kalender setelah dilakukan penelitian atau paling lambat pada akhir hari kerja Tahun Anggaran 2020 selama periode penanganan pandemi COVID-19.
(9) Selama periode penanganan pandemi COVID-19, batas waktu penyetoran belanja bantuan sosial yang dilakukan oleh bank/pos penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lambat tanggal 15 Januari 2021.
(10) Dalam hal periode penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud ayat (7) melampaui tanggal 31 Desember 2020, ketentuan mengenai batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK dan penyetoran belanja bantuan sosial oleh bank/pos penyalur ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
BAB IV
AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
Pasal 14
(1) Akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 menjadi bagian dari laporan keuangan yang disusun oleh entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menggunakan sistem aplikasi pelaporan dan berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual.
(3) Pencatatan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.
Pasal 15
(1) Entitas akuntansi danjatau entitas pelaporan melakukan pengungkapan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan sebagai bagian dari peristiwa luar biasa.
(2) Dalam hal diperlukan, entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan dapat menyusun laporan manajerial transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 sebagai laporan pendukung dan dapat menjadi bagian dari laporan keuangan.
BAB V
PENGENDALIAN INTERNAL
Pasal 16
Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pengendalian internal atas pelaksanaan anggaran belanja dalam penanganan pandemi COVID 19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 17
(1) Pembayaran atas beban APBN untuk penanganan pandemi COVID-19 sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
(2) Pembayaran atas beban APBN untuk jaring pengaman sosial (social safety net), sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga.
Pasal 18
Belanja bantuan sosial yang disalurkan menggunakan akun selain akun khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan penyetoran sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini sepanjang penyaluran dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial yang telah dilakukan terdampak secara langsung dari pandemi COVID-19.
Pasal 19
KPA bertanggung jawab atas jenis kegiatan, hasil keluaran dan penetapan harga terhadap pembayaran atas beban APBN berupa pengadaan barang/jasa dalam penanganan pandemi COVID-19.
Pasal 20
Penyampaian SPM dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai rencana penarikan dana, rencana penerimaan dana, dan perencanaan kas.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 410
Unduh >> Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2020 Tentang APBN Corona
Daftar Pertanyaan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.05/ 2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan Angaran Belanja Negara dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 43/2020)
1. Apa pertimbangan ditetapkannya PMK 43/2020?
Jawab: Pertimbangan ditetapkannya PMK 43/2020 yaitu bahwa:
a. berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d dan huruf k Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, pemerintah berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara;
b. untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional danjatau Stabilitas Sistem Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan; dan
c. berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ketentuan mengenai pelaksanaan kegiatan dan anggaran atas tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
2. Apa dasar hukum ditetapkannya PMK 43/2020?
Jawab:
Dasar hukum ditetapkannya PMK 43/2020:
a. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
d. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); dan
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional, dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 382).
3. Apakah yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Apakah yang dimaksud dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
5. Apa yang dimaksud dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi BUN.
6. Apa yang dimaksud dengan Kuasa Pengguna Anggaran dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negarajlembaga yang bersangkutan.
7. Apa yang dimaksud Pejabat Pembuat Komitmen dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/ atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
8. Apakah yang dimaksud dengan Pembayaran Langsung dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada penyedia barang/jasa, bendahara pengeluaran, dan/atau penerima hak lainnya atas dasar perjanjian/kontrak, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.
9. Apakah yang dimaksud dengan Uang Persediaan dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
10. Apa yang dimaksud dengan Tambahan Uang Persediaan dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang
diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1
(satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
11. Apa yang dimaksud dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Penyedia Barang/Jasa dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Surat Pernyataan Kesanggupan Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat SPKPBJ adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh penyedia barang/jasa yang memuat jaminan atau pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara apabila penyedia barang/jasa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam
kontrak/perjanjian/bentuk perikatan lainnya.
12. Apa yang dimaksud Satuan Kerja dalam PMK 43/2020?
Jawab:
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan
anggaran.
13. Apa saja ruang lingkup materi muatan dalam PMK 43/2020 ini?
Jawab:
Ruang lingkup materi muatan dalam PMK 43/2020 yaitu mengenai:
a. mekanisme pelaksanaan anggaran belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID19);
b. alokasi dana untuk penanganan pandemi COVID-19 dialokasikan dalam DIPA kementerian negara/lembaga;
c. dalam memudahkan perencanaan kegiatan, koordinasi pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi kinerja penanganan pandemi COVID-19, alokasi dana penanganan pandemi COVID-19 dikelompokkan dalam klasifikasi akun khusus COVID-19; dan
d. Berlakunya PMK 43/2020 dalam masa penanganan pandemi COVID-19.
14. Berdasarkan apakah kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan?
Jawab:
Kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan berdasarkan alokasi dana dalam DIPA.
15. Apa yang dapat dilakukan Pejabat Perbendaharaan, dalam hal terdapat kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Dalam hal terdapat kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dalam penanganan pandemi COVID-19, Pejabat Perbendaharaan dapat melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA.
16. Kondisi apa saja yang dianggap mendesak/tidak dapat ditunda, sehingga Pejabat Perbendaharaan dapat melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA?
Jawab:
Kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dilakukan hanya untuk kegiatan penanganan pandemi COVID-19 berupa obat-obatan, alat kesehatan, sarana prasarana kesehatan, sumber daya manusia, baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan, dan kegiatan lain berkaitan dengan penanganan pandemi COVID-19.
17. Apa yang perlu segera dilakukan KPA dalam kegiatan penanganan pandemi COVID-19 berupa penyediaan obat-obatan, alat kesehatan, sarana prasarana kesehatan, sumber daya manusia, baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan, dan kegiatan lain berkaitan dengan penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
KPA segera memastikan penyediaan dana untuk melakukan kegiatan penanganan pandemi COVID-19 melalui revisi DIPA.
18. Bagaimana bila diperkirakan pagu DIPA satker tidak tercukupi/tidak tersedia untuk kegiatan penanganan COVID-19?
Jawab:
Dalam hal diperkirakan pagu DIPA satker tidak tercukupi/tidak tersedia, maka kegiatan dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran.
19. Melalui apakah tindakan dalam penanganan pandemi COVID-19 (baik tindakan yang berdasarkan alokasi dana dalam DIPA, maupun tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA) dilakukan?
Jawab:
Tindakan dalam penanganan pandemi COVID-19 (baik tindakan yang berdasarkan alokasi dana dalam DIPA, maupun tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA) dilakukan melalui pembuatan
komitmen.
20. Dalam bentuk apakah pembuatan komitmen dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan?
Jawab:
Pembuatan komitmen dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan dalam bentuk:
a. perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau
b. surat keputusan, surat tugas, atau surat perintah kerja lainnya.
21. Apa yang perlu segera dilakukan KPA, berdasarkan tindakan Pejabat Perbendaharaan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang belum tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA (dalam hal terdapat kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dalam penanganan pandemi COVID-19)?
Jawab:
Berdasarkan tindakan Pejabat Perbendaharaan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang belum tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA (dalam hal terdapat kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dalam penanganan pandemi COVID-19), maka KPA segera mengajukan revisi anggaran sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai revisi anggaran. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.02/2020 trntang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2020)
22. Apa yang akan dilakukan PPK terhadap perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Pembayaran LS?
Jawab:
Perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Pembayaran LS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak yang telah ditandatangani ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
23. Apakah pedoman dalam pencatatan perjanjian/kontrak yang dilakukan PPK terhadap perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Pembayaran LS?
Jawab:
Pencatatan perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Pembayaran LS berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara)
24. Kapankah pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan?
Jawab:
Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan setelah barang/ jasa diterima.
25. Apakah pembayaran atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima?
Jawab:
Ya, dapat. Dalam hal dipersyaratkan oleh penyedia barang/ jasa, pembayaran sebagian atau seluruhnya dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima.
26. Bagaimanakah cara pembayaran atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 (baik yang dilakukan setelah barang/jasa diterima, maupun sebelum barang/jasa diterima)?
Jawab:
Pembayaran atas beban APBN (baik yang dilakukan setelah barang/jasa diterima, maupun sebelum barang/jasa diterima) dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus, berdasarkan komitmen.
27. Apa yang perlu disampaikan oleh penyedia barang/jasa apabila pembayaran dilakukan sebelum barang/jasa diterima?
Jawab:
Pembayaran yang dilakukan sebelum barang/jasa diterima dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas uang pembayaran yang akan dilakukan.
28. Apa saja jaminan yang perlu disampaikan penyedia barang/jasa atas uang pembayaran yang akan dilakukan sebelum barang/jasa diterima?
Jawab:
Jaminan yang perlu disampaikan oleh penyedia barang/jasa terdiri atas:
a. SPKPBJ, untuk pengadaan barang/jasa secara non elektronik yang nilainya lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
b. komitmen penyedia barang/jasa, untuk:
1) pengadaan barang/jasa secara non elektronik dengan nilai sampai dengan Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
2) pengadaan barang/jasa secara elektronik.
29. Apakah tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) PMK 43/2020 dan jaminan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (5) PMK 43/2020 dicantumkan dalam perjanjian/kontrak antara PPK dengan penyedia barang/jasa?
Jawab:
Tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) PMK 43/2020 dan jaminan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (5) PMK 43/2020 dicantumkan dalam perjanjian/kontrak antara PPK dengan penyedia barang/jasa.
30. Apakah ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (6) PMK 43/2020 juga berlaku untuk perjanjian/kontrak yang berupa bukti pembelian dan kuitansi?
Jawab:
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (6) PMK 43/2020 tidak berlaku untuk perjanjian/kontrak yang berupa bukti pembelian dan kuitansi.
31. Seperti apa format jaminan berupa SPKPBJ dibuat?
Jawab:
Format jaminan berupa SPKPBJ dibuat sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK 43/2020.
32. Apa ketentuan mengenai persyaratan jaminan, pengujian dan penatausahaan jaminan pemutusan kontrak/wanprestasi, dan klaim jaminan?
Jawab:
Ketentuan mengenai persyaratan jaminan, pengujian dan penatausahaan jaminan pemutusan kontrak/wanprestasi, dan klaim jaminan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima yaitu Peraturan Menteri Kenuangan Nomor 145/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima.
33. Bagaimana mekanisme pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya,- dalam penanganan pandemi COVID19 dilakukan?
Jawab:
Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS atau UP.
34. Apa dasar hukum dari pemberian uang muka?
Jawab:
Dalam hal diperlukan/disepakati untuk diberikan uang muka, maka pemberian uang muka berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
35. Apakah penyedia barang/jasa dapat diberikan pembayaran tahap pertama untuk pelaksanaan pekerjaan?
Jawab:
Untuk pelaksanaan pekerjaan, sepanjang tercantum dalam perjanjian/kontrak, penyedia barang/jasa dapat diberikan pembayaran tahap pertama.
36. Kapan pembayaran tahap pertama kepada penyedia barang/jasa dapat dilakukan?
Jawab:
Pembayaran tahap pertama dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan SPKPBJ.
37. Melalui apa pembayaran atas kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dengan mekanisme Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dilakukan?
Jawab:
Pembayaran atas kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dengan mekanisme Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dilakukan melalui penerbitan SPM-LS sesuai alokasi dana dalam DIPA.
38. Meliputi apa saja pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya atas kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya meliputi:
a. pembayaran atas barang/jasa yang telah diterima; atau
b. pembayaran sebelum barang/jasa diterima.
39. Berdasarkan apa pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dilaksanakan?
Jawab:
Pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya atas kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat pada perjanjian/kontrak.
40. Apa ketentuan atas Pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS yang dilakukan sebelum barang/jasa diterima?
Jawab:
Dalam hal pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS dilakukan sebelum barang/jasa diterima, mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK 43/2020.
41. Bagaimana Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dilakukan?
Jawab:
Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dilakukan melalui transfer dari kas negara ke rekening:
a. penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya; atau
b. bendahara pengeluaran untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
42. Dalam hal apa sajakah pembayaran atas kegiatan untuk penanganan pandemi COVID-19 melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) PMK 43/2020 dilakukan?
Jawab:
Pembayaran atas kegiatan untuk penanganan pandemi COVID-19 melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) PMK 43/2020 dilakukan dalam hal:
a. alokasi anggaran telah tersedia/ cukup tersedia dalam DIPA;
b. alokasi anggaran belum tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA; dan/atau
c. pembayaran tidak dapat dilaksanakan melalui Pembayaran LS.
43. Untuk apa saja pembayaran melalui mekanisme UP digunakan?
Jawab:
Pembayaran melalui mekanisme UP digunakan untuk:
a. pembayaran uang muka;
b. pembayaran bertahap/sekaligus sebagaimana diatur dalam perjanjian/kontrak; dan
c. pembayaran setelah barang/jasa diterima dalam hal pembayaran didasarkan pada selain perjanjian/kontrak.
44. Melalui apa pembayaran dengan mekanisme UP dilakukan?
Jawab:
Pembayaran melalui mekanisme UP dilakukan melalui pemberian TUP tunai.
45. Apakah pengajuan SPM TUP tunai dapat dilakukan sekaligus?
Jawab:
Pengajuan SPM TUP tunai dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa komitmen dan/atau rencana pembayaran yang akan dilakukan dalam 1 (satu) bulan.
46. Apakah Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP tunai untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan?
Jawab:
Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP tunai untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan, Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dengan mempertimbangkan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.
47. Apa yang perlu disertakan oleh KPA dalam mengajukan permintaan TUP tunai kepada Kepala KPPN?
Jawab:
KPA mengajukan permintaan TUP tunai kepada Kepala KPPN disertai dengan:
a. rincian rencana penggunaan TUP; dan
b. surat pernyataan KPA bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penanganan COVID-19.
48. Apakah KPPN dapat menyetujui permintaan TUP tunai berikutnya apabila TUP tunai sebelumnya belum dipertanggung jawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke kas negara?
Jawab:
Dalam hal TUP tunai sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke kas negara, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP tunai berikutnya.
49. Apa saja yang perlu diperhitungkan oleh satker dalam pengajuan TUP tunai?
Jawab:
Dalam pengajuan TUP tunai, Satker memperhitungkan jumlah realisasi anggaran, jumlah dana yang telah dikontrakkan, UP dan TUP yang dikelola, serta tidak boleh melampaui alokasi anggaran satker dalam DIPA.
50. Apakah pengajuan TUP tunai dapat dilakukan apabila melampaui alokasi anggaran Satker dalam DIPA?
Jawab:
Dalam hal pengajuan TUP tunai melampaui alokasi anggaran Satker dalam DIPA, pengajuan TUP tunai dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran.
51. Apa yang perlu dilampirkan dalam pengajuan permintaan TUP tunai (yang dilakukan sekaligus untuk beberapa komitmen dan/atau rencana pembayaran yang akan dilakukan dalam 1 (satu) bulan), dalam hal terdapat kebutuhan mendesak untuk membiayai pelaksanaan kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 yang memerlukan TUP tunai atas alokasi anggaran yang belum tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA?
Jawab:
Dalam hal terdapat kebutuhan mendesak untuk membiayai pelaksanaan kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 yang memerlukan TUP tunai atas alokasi anggaran yang belum tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA, pengajuan permintaan TUP tunai juga dilampiri dengan persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran.
52. Berapa lama waktu yang diberikan untuk mempertanggungjawabkan TUP tunai?
Jawab:
TUP tunai harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan atau sesuai persetujuan Kepala KPPN dengan mempertimbangkan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.
53. Kapan pertanggungjawaban TUP tunai dilakukan?
Jawab:
Pertanggungjawaban TUP tunai dilakukan setelah:
a. barang/jasa diterima atau penyedia menyerahkan jaminan untuk pembayaran uang muka; dan
b. alokasi dana tersedia/cukup tersedia dalam DIPA.
54. Apakah pertanggungjawaban TUP tunai dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus?
Jawab:
Pertanggungjawaban TUP tunai dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus.
55. Bagaimana ketentuan terhadap sisa TUP tunai yang tidak habis digunakan?
Jawab:
Sisa TUP tunai yang tidak habis digunakan harus disetor ke kas negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu pertanggungjawaban TUP tunai.
56. Dalam penanganan pandemi COVID-19, apakah Kepala Satker dapat mengangkat bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan tugas kebendaharaan?
Jawab:
Dalam hal diperlukan, Kepala Satker dapat mengangkat bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan tugas kebendaharaan dalam penanganan pandemi COVID-19.
57. Apakah ada batasan nominal besaran pembayaran UP dalam penanganan pandemi COVID19 kepada 1 ( satu) penerima/penyedia barang/jasa?
Jawab:
Besaran pembayaran UP dalam penanganan pandemi COVID-19 kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa tidak dibatasi nominalnya.
58. Apa dasar aturan yang diikuti terkait uang tunai pada setiap akhir hari kerja, yang berasal dari TUP tunai yang ada pada kas bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Uang tunai pada setiap akhir hari kerja, yang berasal dari TUP tunai yang ada pada kas bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu dalam penanganan pandemi COVID-19 mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai kedudukan dan tanggung jawab bendahara pada satuan kerja pengelola APBN yaitu:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan Dan Tanggung Jawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan Dan Tanggung Jawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
59. Apa saja yang dapat dilakukan Satker BNPB dalam pelaksanaan anggaran penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Dalam pelaksanaan anggaran penanganan pandemi COVID-19, Satker BNPB dapat:
a. melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA; dan
b. melaksanakan pembayaran atas beban APBN baik sebagian maupun seluruhnya sebelum barang/jasa diterima.
60. Berasal dari mana UP yang dapat digunakan satker BNPB dalam pelaksanaan pembayaran atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
UP yang dapat digunakan satker BNPB dalam pelaksanaan pembayaran atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 berasal dari:
a. dana siap pakai (on call);
b. dana rehabilitasi dan rekonstruksi; dan/ atau
c. operasional BNPB.
61. Apa dasar hukum yang dijadikan acuan dalam pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call)?
Jawab:
Dasar hukum yang dijadikan acuan dalam pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call), yaitu:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.05/2013 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana.
62. Bagaimana ketentuan mengenai pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi, serta UP yang berasal dari operasional BNPB?
Jawab:
Pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi, maupun UP yang berasal dari operasional BNPB mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 PMK 43/2020.
63. Kapan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call), dana rehabilitasi dan rekonstruksi, dan/atau operasional BNPB dapat dilakukan?
Jawab:
Pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call), dana rehabilitasi dan rekonstruksi, dan/atau operasional BNPB dilakukan setelah alokasi dana dalam DIPA tersedia.
64. Bagaimana pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial (bansos) dalam bentuk uang pada kementerian negara/lembaga dilakukan?
Jawab:
Pelaksanaan penyaluran belanja bansos pada kementerian negara/lembaga dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui bank/pos penyalur kepada penerima bansos sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bansos pada kementerian negara/lembaga yaitu
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga.
65. Melalui mekanisme apa saja pelaksanaan penyaluran belanja bansos dalam bentuk uang yang dilakukan melalui bank/pos penyalur kepada penerima bansos?
Jawab:
Pelaksanaan penyaluran belanja bansos (dalam bentuk uang yang dilakukan melalui bank/pos kepada penerima bantuan sosial) dapat melalui:
a. pemindahbukuan dari rekening bank/pos penyalur ke rekening penerima bansos;
b. pengisian uang elektronik penerima bansos oleh bank/pos penyalur; atau
c. pemberian uang tunai dari rekening bank/pos penyalur kepada penerima bansos oleh petugas bank/pos penyalur.
66. Berapa lama batas waktu penyampaian laporan penyaluran dana belanja bansos oleh bank/pos penyalur kepada PPK, apabila penyaluran belanja bansos dilakukan melalui mekanisme pemindahbukuan dari rekening bank/pos penyalur ke rekening penerima bansos atau melalui pengisian uang elektronik penerima bansos oleh bank/pos penyalur?
Jawab:
Terhadap penyaluran belanja bansos melalui mekanise pemindahbukuan dari rekening bank/pos penyalur ke rekening penerima bansos atau melalui pengisian uang elektronik penerima bansos oleh bank/pos penyalur, maka bank/pos penyalur menyampaikan laporan penyaluran dana belanja bansos kepada PPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa penyaluran dana belanja bansos melalui rekening penerima bansos atau uang elektronik.
67. Apa yang perlu diperhatikan terkait penyaluran belanja bansos dengan mekanisme pemberian uang tunai dari rekening bank/pos penyalur kepada penerima bantuan sosial oleh petugas bank/pos penyalur?
Jawab:
Berdasarkan penyaluran belanja bantuan sosial dengan pemberian uang tunai dari rekening bank/pos penyalur kepada penerima bansos oleh petugas bank/pos penyalur, maka dalam hal terdapat sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, harus disetor ke kas negara pada hari kerja berikutnya.
68. Kapan batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (5) PMK 43/2020 dan batas waktu sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan diselesaikan selama periode penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Selama periode penanganan pandemi COVID-19, batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (5) PMK 43/2020 dan sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan diselesaikan paling lambat pada hari kerja terakhir Tahun Anggaran 2020.
69. Berapa lama batas waktu PPK menyampaikan surat perintah penyetoran sisa belanja bansos kepada bank/pos penyalur?
Jawab:
PPK menyampaikan surat perintah penyetoran sisa belanja bansos kepada bank/pos penyalur paling lambat 5 (lima) hari kalender setelah dilakukan penelitian, atau paling lambat pada akhir hari kerja Tahun Anggaran 2020 selama periode penanganan pandemi COVID19.
70. Kapan batas waktu penyetoran belanja bansos yang dilakukan bank/pos penyalur selama periode penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Selama periode penanganan pandemi COVID-19, batas waktu penyetoran belanja bansos yang dilakukan oleh bank/pos penyalur paling lambat tanggal 15 Januari 2021.
71. Bagaimana ketentuan mengenai batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK dan penyetoran belanja bansos oleh bank/pos penyalur apabila periode penanganan pandemi COVID-19 melampaui tanggal 31 Desember 2020?
Jawab:
Dalam hal periode penanganan pandemi COVID-19 melampaui tanggal 31 Desember 2020, ketentuan mengenai batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK dan penyetoran belanja bansos oleh bank/pos penyalur ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
72. Bagaimana perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 menjadi bagian dari laporan keuangan yang disusun oleh entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan.
73. Bagaimana penyusunan laporan keuangan mengenai transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Laporan keuangan mengenai transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 disusun menggunakan sistem aplikasi pelaporan dan berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual.
74. Apa pedoman yang digunakan dalam pencatatan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Pencatatan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat yaitu:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
75. Bagaimana mekanisme pengungkapan oleh entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan terhadap transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan melakukan pengungkapan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan sebagai bagian dari peristiwa luar biasa.
76. Selain laporan keuangan, apakah entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan dapat menyusun laporan manajerial transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Dalam hal diperlukan, entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan dapat menyusun laporan manajerial transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 sebagai laporan pendukung dan dapat menjadi bagian dari laporan keuangan.
77. Siapakah yang melakukan pengendalian internal atas pelaksanaan anggaran belanja dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pengendalian internal atas pelaksanaan anggaran belanja dalam penanganan pandemi COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
78. Bagaimana ketentuan pembayaran atas beban APBN untuk penanganan pandemi COVID19 yang tidak diatur secara khusus dalam PMK 43/2020 ini?
Jawab:
Pembayaran atas beban APBN untuk penanganan pandemi COVID-19 sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka
pelaksanaan APBN yaitu
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
79. Bagaimana ketentuan pembayaran atas beban APBN untuk jaring pengaman sosial (social safety net) yang tidak diatur secara khusus dalam PMK 43/2020 ini?
Jawab:
Pembayaran atas beban APBN untuk jaring pengaman sosial (social safety net), sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga yaitu:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga;
dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga.
80. Kapan batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) PMK 43/2020 dan penyetoran sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) PMK 43/2020 pada belanja bantuan sosial yang disalurkan menggunakan akun selain akun khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 43/2020?
Jawab:
Belanja bantuan sosial yang disalurkan menggunakan akun selain akun khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 43/2020, batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) PMK 43/2020 dan penyetoran sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) PMK 43/2020, mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini sepanjang penyaluran dan pertanggungjawaban belanja bansos yang telah dilakukan terdampak secara langsung dari pandemi COVID-19.
81. Apa saja tanggung jawab KPA terhadap pembayaran atas beban APBN berupa pengadaan barang/jasa dalam penanganan pandemi COVID-19?
Jawab:
KPA bertanggung jawab atas jenis kegiatan, hasil keluaran, dan penetapan harga terhadap pembayaran atas beban APBN berupa pengadaan barang/jasa dalam penanganan pandemi COVID-19.
82. Apa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penyampaian SPM?
Jawab:
Penyampaian SPM dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai rencana penarikan dana, rencana penerimaan dana, dan perencanaan kas yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.05/2017 tentang
Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
83. Kapan PMK 43/2020 ini mulai berlaku?
Jawab:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada 25 April 2020.
Unduh >> Daftar Pertanyaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2020 Tentang APBN Corona
Peraturan yang terkait
UU
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana >> Unduh
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehata >> Unduh
PP
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional >> Unduh
PerPres
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 >> Unduh
Kepres
Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Penyebaran Corona Virus Sebagai Bencana Nasional >> Unduh
KepMen
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 Tahun 2020 Tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan >> Unduh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan >> Unduh
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 239 Tentang PSBB DKI Jakarta; >> Unduh
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 248 Tentang PSBB Bogor Depok Bekasi >> Unduh
Pembatasan Pada Kendaraan Pribadi dan Umum >> Unduh
Penetapan PSBB Versi Kepolisian >> Unduh
PerMen
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB >> Unduh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2020 Tentang Mekanisme Pelaksanaan APBN Dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 >> Unduh
PerGub
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 Tentang PSBB >> Unduh
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2020 Tentang PSBB Bogor Depok Bekasi >> Unduh
PerWal
Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 338 Tahun 2020 Tentang PSBB >> unduh
PerBup
Peraturan Bupati Tangerang Nomor 20 Tahun 2020 Tentang PSBB >> unduh
Lembaga
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2020 Tahun 2020 Tentang Perintah Tertulis Untuk Penanganan Permasalahan Bank >> Unduh
OJK Update No. 09-SPI/2020 Tentang PSBB >> Unduh
Bidang Peraturan lainnya …
Corona
Ada juga yang nanya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2020 Tentang APBN, Peraturan, Peraturan Menteri, Peraturan Menteri Keuangan, APBN, Pembatasan Sosial Berskala Besar, PSSB, Provinsi Dki Jakarta, Corona Virus Disease 2019, COVID-19, Peraturan Gubernur, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 Tentang PSBB,
Google mesin mencarinya
kekitaan adalah sumbernya
Disini #MasBro #MbakBro bisa meminta dicariin informasi apapun … hmm yang positif
Silahkan ngobrol sama kita ya.
Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.
Sumber tulisan
perpajakan.ddtc.co.id dibaca 18:00 WIB pada hari Rabu tanggal 08 April 2020