Suka Anime? Nih 3++ Alasan Kenapa Industri Animasi Indonesia Susah Berkembang

Yuk hidup dari karya, MENULIS SEKARANG↗️

Salam #MasBro #MbakBro

Hayo disini pasti banyak kan yang suka dengan anime

Ohiya kalian suka anime apa?

Tapi kalian tau ga sih ternyata ini penyebab dan alasan Kenapa Industri Animasi Indonesia Susah Berkembang. Yuk simak yaa.

 Inilah Penyebab Industri Animasi Indonesia Tak Berkembang Meski Banyak Cerita Rakyat

 
Ilustrasi cerita rakyat Timun Mas. Youtube.com

 

Peneliti Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM) Aris Arif Mundayat menerangkan dirinya sering bertanya mengapa kisah yang banyak di masyarakat sering kalah dengan film-film animasi tingkat global. Padahal, menurutnya, banyak cerita rakyat, bahkan ada buku yang berjudul 366 cerita rakyat Nusantara.

“Kenapa kalah? sebenarnya ini bukan persoalan teknikal, karena banyak juga animator kita yang mendapat kontrak untuk ikut proyek animasi global. Kenapa cerita rakyat kalah? Ini menjadi pertanyaan yang sering saya tanyakan,” ujar dia, Jumat.

Sebenarnya, kata Aris yang merupakan lulusan antropologi UGM itu, problem utama industri besar seperti Pixar dan Disney itu masih sama dengan di Indonesia. Misalnya, dia mencontohkan, Indonesia membutuhkan 7.000-an animator, industri besar juga sama membutuhkan animator dalam jumlah yang besar.

Aris mengatakan industri global mencari talenta animasi itu ke seluruh dunia, yang artinya ada potensi jaringan yang perlu dipikirkan, bukan hanya untuk mengembangkan industri.

“Juga membangun model alternatif yang bisa kita dapatkan, model jaringan animasi global, karena mereka betul-betul menggunakan seniman animasi, termasuk Indonesia,” tutur dia.

Direktur dan Kurator-Produser Dapoer Dongen Noesantara Yudhi Soerjoatmodjo mengatakan dia menyadari ketika menjadi seorang pemimpin perusahaan game lokal bahwa secara visual dan digital kreativitas orang Indonesia mampu bersaing. Namun, kata dia, secara story telling masih buruk.

“Kami ini seperti tidak punya ide dan gagasannya sangat miskin bahkan. Jadi kalau bicara yang sifatnya dari tradisi, yang mereka lakukan hanya sekadar menggambar cerita itu dengan gambar baru, tapi ceritanya sama,” kata Yudhi.

Misalnya, Yudhi mencontohkan, cerita Mahabharata, pasti yang diketahui hanya perang antara Pandawa dan Korawa. Kalaupun dikreasikan, Yudhi menambahkan, paling yang diubah hanya senjata yang digunakan saja, padahal banyak cerita-cerita sampingnya yang menarik.

Selain itu, Yudhi juga menemukan persoalan bacaan wawasan. Menurutnya, banyak para kreator yang tidak suka menambah wawasannya, dan hanya membaca di sekitar mereka. “Jadi kalau bicara game ya mereka hanya suka animasi, desain grafis, mereka tidak suka baca sastra, dan informasi lainnya,” tutur dia.

Hal itu, Yudhi menyebutkan, hampir terjadi di semua sektor industri kreatif di Indonesia, mulai dari film, teater, dan fotografer. Jadi yang jadi permasalahan juga adalah tidak biasa membaca, melihat di luar dunianya, berdiskusi lebih luas, dan ini yang membuat kreator Indonesia menjadi miskin secara budaya.

“Ini merupakan tantangan besar bagi kami, bagaimana membuat tukang jahit menjadi pencipta, karena kreator di Indonesia hanya menjadi penjahit saja, bukan pencipta. Mereka hanya mengikuti yang diarahkan dari industri besar di Amerika, Jepang dan Korea, mereka tidak membuat karya orisinal,” ujar Yudhi.

Sedangkan Direktur Program Minikino—organisasi festival film pendek Indonesia—Fransiska Prihadi menerangkan adanya masalah di mana pembuat film hanya ingin menonton filmnya sendiri. “Dari berbagai kegiatan yang kita buat, sering kali ada tendensi seperti itu,” kata Fransiska.

Menurutnya, Indonesia jika ingin sukses di bidang animasinya membutuhkan kesadaran dan pendidikan, khususnya bagi para kreator. Dia mengusulkan agar pemerintah memperkuat perpustakaan audio visual dan menciptakan sistem dan infrastruktur yang bisa membawa manfaat bagi kreator.

Bisnis Animasi di Indonesia Sulit Karena Kendala Hukum?

 



 Mengapa industri film animasi di Indonesia sulit berkembang padahal para animator Indonesia justru sukses berkarya di luar negeri?

Achmad Rofiq, animator asal Malang yang juga Managing Director DGM Animation Studio menilai, ada banyak kendala di Indonesia yang membuat industri animasi di sini sulit berkembang, salah satunya kendala hukum. 

“Urusan HAKI saja ribet dan butuh waktu yang lama. Pemerintah gak sadar bahwa masyarakat kita sebenarnya sudah sangat maju. Bisnis animasi kan intelektual properti, tapi HAKI-nya gak jelas,” jelas Rofiq 

Kesulitan lainnya terkait dengan model bisnisnya. Menurut Rofiq di Indonesia belum ada agensi yang menangani bisnis animasi seperti yang ada di luar negeri. Walhasil Rofiq bersama rekannya pun membuat agensi juga.

Meski demikian, Rofiq mengatakan bahwa mereka juga cukup dekat dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Studio Animasi Marak, tapi Mengapa Industrinya Belum Berkembang?

Beberapa tahun belakangan, berbagasi studio animasi semakin banyak bermunculan di Indonesia. Oleh sebagian kalangan, hal itu disebut sebagai sinyal positif kebangkitan industri animasi lokal. 

Beberapa tahun belakangan, berbagasi studio animasi semakin banyak bermunculan di Indonesia. Oleh sebagian kalangan, hal itu disebut sebagai sinyal positif kebangkitan industri animasi lokal. Tapi, tidak sedikit kendala yang harus dihadapi oleh studio-studio itu sebelum bisa membuat industri animasi lokal menjadi besar. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) alias animator handal adalah salah satunya. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), film animasi hanya memberi kontribusi sekitar 5% terhadap keseluruhan industri ekonomi kreatif pada tahun lalu. Jumlah itu mencakup tidak sampai sepertiga dari kontribusi total 16 subsektor industri ekonomi kreatif. Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Pesik berpendapat kontribusi yang minimalis itu disebabkan karena ekosistem industri animasi di Indonesia sejauh ini belum terbangun dengan baik.

Lima Sebab Industri Animasi Indonesia Tidak Maju-Maju

  1. Masalah rating

Donny Sugeng Riyadi, Production Assistant Dreamtoon Animation Studios , sukses membuat seri Keluarga Somat di Indosiar. Menurutnya, animasi dengan sinetron atau FTV yang bisa dinikmati pula oleh remaja dan dewasa. Karenanya menayangkan program animasi masih menjadi sebuah “gambling” bagi stasiun televisi apakah akan meraih rating maupun share yang memuaskan atau tidak.

 
2. Orientasi uang karena studionya terafiliasi televisi

Walau Dreamtoon terafiliasi dengan Indosiar dan SCTV, mereka tidak mendapatkan perlakuan istimewa. Mereka mendapat peringatan saat rating atau share penonton mereka turun dan hal ini berisiko besar, karena mungkin saja kontrak pengerjaan mereka dipotong jumlah episodenya atau bahkan programnya dihentikan sama sekali.

Alfi Zachkyelle, Co-Founder Kampoong Monster Studios dan pernah memproduksi film animasi Vatalla sang Pelindung, mengkhawatirkan perusahaan in-house televisi yang nantinya mengakuisisi studio animasi independen, menyebabkan langkah mereka terpaku dengan aturan-aturan bisnis.

3, Lemah di sisi manajemen

Rina Novita, Executive Director DNA Creative Production, mengungkapkan kelemahan di studio animasi lokal yang tidak berpikir jauh bagaimana hitungan bisnis mereka, serta menyinggung perilaku pembuat karya yang “cepat puas” dan tidak mencoba menyusun strategi dengan ahli manajemen. Donny mengakui hal ini.

“Ada animasi yang pengerjaan satu episodenya sangat lama, bisa sampai tiga-empat bulan. Kalau yang seperti ini masuk industri, gawat.”

4. Lebih murah beli animasi impor

Membuat animasi pendek 7 menit membutuhkan biaya 42 juta rupiah. Bandingkan dengan animasi impor yang harganya sangat murah, hanya 10 juta rupiah per episode.

5. Pemerintah lepas tangan

Menurut Rina, pemerintah tidak berperan sama sekali dalam mendukung animasi lokal. Simak Korea Selatan yang menerapkan kuota 30 persen wajib animasi lokal di televisi atau Jepang yang mana animasi luar sangat sulit untuk bisa masuk ke televisi nasional. Industri animasi Malaysia misalnya, juga dibantu dengan Multimedia Development Corporation (MdeC)  yang serius sekali ingin memajukan industri animasi negara mereka.

 

Wuhuiii.
Akhirnya selesai juga ya.

Masih adaalasan dan penyebab yang belum masuk ya?
Silahkan komen diatas ya

Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.

Suka menulis?
Silahkan daftar untuk menulis chord / lirik lagunya.
Sama seperti di youtube #MasBro #MbakBro akan mendapatkan penghasilan dari views.
Mari #HIDUPdariKARYA
Mau tanya? klik kekitaan.com/mauNULIS

Terimakasih
Wikipedia dan Popmama.com dibuka pukul 14.00 WIB pada hari Senin tanggal 26 April 2021

Kata kunci lain yang sering dicari …
Anime, Animasi, Penyebab, Alasan, Sulit Berkembang


Terbit

dalam

oleh

Comments

Leave a Reply